Disusun Oleh:
H.
Ahmad Ridla Syahida, Lc., M.Ag
Email: ridla.ars@gmail.com
Email: ridla.ars@gmail.com
Dosen
Prodi Pendidikan Bahasa Arab
STAI
Al-Ma’arif Ciamis
A. Pendahuluan
Dalam perjalanan sejarah
umat islam Rasululllah Saw dipandang sebagai 'wakil' (representasi) Tuhan
dimuka bumi ini, selain sebagai penyampai risalah nabawiyah, beliau juga
bertugas sebagai mubayyin (penjelas) dari segala bentuk firman Tuhan
baik yang tersurat maupun yang tersirat. Hal ini berimplikasi terhadap
usaha/perjuangan para sahabat dalam mendokumentasikan dan merekam setiap hurup
yang keluar dari petuah Rasulullah Saw. sekaligus menjaga keutuhan hadis dari
segala bentuk 'kotoran' yang bisa menyebabkan terkontaminasinya ucapan Nabi
dengan yang lainnya.
Melihat begitu
sakralnya kedudukan perkataan Nabi yang disampaikan baik secara
verbal-aksi-kesepakatan maka para shahabat dan generasi berikutnya (para
tabi'in) berusaha untuk menjaga posisi hadis dalam mizan asy-syari'ah
dengan menfiltrasi masuknya berita-berita yang terindikasi bersumber dari Ahlul
Kitab yang jauh dari akidah dan prinsip kesucian ajaran islam.
Posisi islam sebagai
agama penutup yang menjadi penyempurna syari'at agama yang datang sebelumnya.
Agama yang membawa misi universalitas dan penyebar kedamaian ini merupakan
risalah yang juga diemban oleh setiap para nabi sejak Adam sampai nabi akhir
zaman; Muhammad Saw. Islam yang ketika lahir berada diantara agama samawi
lainya: Yahudi dan Nasrani secara tidak langsung terjadi interaksi ideologi
yang berimbas terhadap masuknya ajaran kedua agama tersebut kedalam islam.
Rasulullah saw pun
tidak menafikan keberadaan ajaran agama-agama samawi tersebut, sehingga
sebagian ideologi yang dibawa oleh pengikut nya yang masuk islam, oleh
Rasulullah diberi catatan dan dikomentari sebagaimana yang terjadi pada kasus
puasa asyu'ra yang dilakukan oleh umat Yahudi yang hidup di Madinah pada sasat
itu. Al-Quran yang memuat informasi kejadian orang-orang terdahulu pun dianggap
belum memberikan kepuasan bagi sebagian para sahabat yang hidup pada masa
Rasulullah ataupun para tabi'in dan tabi' at-tabi'in yang hidup sesudah
Rasulullah saw wafat. Sehingga membuat penasaran generasi selanjutnya untuk
mencari berita kepada para pemeluk agama samawi atau Ahlul Kitab agar menjelaskan
nash tersebut secara gamlang.
Informasi Ahlul Kitab tersebut
yang oleh para ulama disebut Israiliyyat dan di kategorikan sebagai 'dakhil'
paling berbahaya yang menyusup kedalam sumber ajaran islam:[1]
tafsir dan hadis, yang mempunyai pengaruh sangat besar kedalam khazanah
keislaman. Oleh karena itu penulis mencoba menguraikan problematika Israiliyyat
khususnya yang ada dalam hadis, dari mulai latar belakang kemunculan hingga
legalitas periwayatnya.[]
B. Definisi Israiliyyat
Jika menelusuri asal kata (إاسرائليات) maka kita akan menemukan
bahwa kata tersebut merupakan bentuk plural dari kata mufrad (إسرائلية). Para
ahli bahasa menjelaskan pengertian kata (إسرائيل) secara etimologi bahwa Israil berasal
dari bahasa Ibrani yang tersusun dari kata (إسري) yang bermakna 'abdun (hamba) atau shafwah
(pilihan), kemudian kata (إيل) yang mempunyai makna Allah (Tuhan) sehingga arti dari kata
israil adalah hamba Tuhan atau hamba pilihan.[2]
Adapun yang dimaksud dengan Israil dalam konteks ini adalah Nabi Ya’qub ibn
Ishaq ibn Ibrahim. Al-Quran
sendiri dibeberapa tempat banyak menceritakan perihal orang-orang Yahudi dan
menasabkanya kepada moyang mereka yaitu israil: Ya'qub ibn Ishaq ibn Ibrahim[3]
Para ulama salaf tidak memberikan
terminologi israiliyyat secara jelas dan lengkap. Sehingga membuat para ulama muta'akhirin
mencoba untuk menguraikan pengertian israiliyyat secara jelas, diantaranya
sebagai berikut:
a.
Adz-Dzahabi
mendefinisikan Israiliyyat yaitu:
هي قصة أو حادثة تروي عن مصدر إسرائلى. والنسبة فيها إلى
إسرائيل, وهو يعقوب بن إسحاق بن إبراهيم أبو الأسباط الإثني عشر.
Israiliyyat merupakan riwayat
tentang kisah atau kejadian yang bersumber dari orang-orang bani israil, kata
israil dinisbatkan kepada Ya'qub ibn Ishaq ibn Ibrahim yang merupakan moyang
dari keturunannya yang berjumlah 12 orang.[4]
b.
Sebagian
ulama mendefinisan nya sebagai berikut:
§
هذه الكلمة يهودية الأصل, وقد غلبت علي كل ما نقل من اليهودية إلى الإسلام
وما نقل عن الأديان الأخرى إليه ايضا, ولكنها خصت بهذا الإسم لأن أغلب ما نقل عن
اليهودية والأديان الأخرى كان طريقه ألئك الاسرائيليون
Kata israiliyyat berasal dari Yahudi dan mencakup seluruh periwayatan
yang datang terhadap Islam yang berasal dari Yahudi ataupun dari agama
selainya. Akan tetapi pengkhususan penamaan tersebut dilakukan karena mayoritas
periwayatan bersumber dari Yahudi sedangkan agama yang lainya jalan
periwayatanya juga melalui orang-orang Yahudi (Bani Israil).
§
يطلق علماء المسلمين كلمة إسرائيليات على جميع العقائد غير الإسلامية
ولاسيما تلك العقائد والأساطير التي دسها اليهود والنصارى في الدين الإسلامي منذ
القرن الأول الهجري
Para ulama menyebut istilah israiliyyat kepada seluruh ideologi yang
bersumber dari luar islam, terutama ideologi dan cerita yang disusupkan oleh
Yahudi dan Nasrani kedalam agama islam sejak abad pertama Hijriyah.
§
اسرائيليات اصطلاح أطلقه المدققون من علماء الإسلام علي القصص والاخبار
اليهودية والصرانية التي تسربت إلي المجتمع الإسلامي بعد دخول جمع من اليهود
والنصارى إلى الإسلام أو تظاهرهم بالدخول فيه
Israiliyyat merupakan istilah yang disematkan oleh para pengkaji dari para
cendikiawan muslim terhadap cerita-cerita dan berita-berita yang bersumber dari
kaum Yahudi dan Nasrani yang menyusup kedalam komunitas islam setelah masuknya
islamnya sekelompok orang-orang dari golongan Yahudi dan Nasrani.[5]
Pengertian diatas mempunyai kedekatan dari segi
makna walaupun diantaranya saling melengkapi. Kemudian dalam hal ini Para ulama
mengungkap istilah israiliyyat kepada pemahaman yang lebih luas, bahwa
israiliyyat tidak hanya mencakup kepada riwayat yang bersumber dari Ahlul
kitab; Yahudi dan Nasrani, namun israiliyyat merupakan semua jenis 'dakhil';
berita, kisah dan cerita yang diriwayatkan dan bersumber dari luar ajaran islam,
terutama riwayat yang didalam nya mengadung unsur kebohongan dan penistaan
terhadap ajaran islam.
C. Proses Masuknya Israiliyyat kedalam
Islam
Jika membuka buku
sejarah maka akan nampak bagaimana tsaqafah bangsa Yahudi sudah ada wujudnya
di wilayah semenanjung Arab sebelum diutusnya Muhammad Saw sebagai Rasul.
Orang-orang Yahudi sebelum pengutusan sudah ada yang menenpati wilayah Yaman
sehingga geliat keagamaan yang dilakukan bangsa Yahudi bisa terlihat, seperti
kelompok Yahudi yang berasal Bani Nadhir, Khaibar dan Quraidhah menjadi bukti
keberadaan agama tersebut. Adapun wilayah utara Arab terdapat penduduk wilayah
Madinah Al-Hirah dan Imarah Al-Ghasāsinah yang merupakan kerajaan Kristen Arab
kuno di Levant dimana mereka menjadi komunitas Kristen Awal penutur bahasa
Yunani.
Al-Quran pun merekam
jejak perjalanan bangsa Quraisy pada masa Jahiliyah dalam melakukan perjalanan
pada waktu musim dingin dan panas (QS Quraisy:1-4) keluar wilayah Makkah,
Dengan adanya proses interaksi tersebut secara alamiah memungkinkan terjadinya
persinggungan tsaqafah diantara bangsa Quraisy dengan Ahlul kitab.
Walaupun efek dari proses asimilasi tersebut tidak terjadi dalam frekwensi yang
besar melihat kultur budaya Arab yang tidak terlalu melek dengan peradaban bangsa
luar.
Ketika Allah mengutus
seorang Rasul terakhir penutup para Nabi pembawa rahmat bagi semesta alam
membawa semangat pencerahan kepada umatnya dan mengeluarkannya dari belenggu
ke-jahiliyyahan dengan risalah nur ilahi sehingga menjadikan umat
tersebut terbebas dari keterikatan dari segala bentuk perbudakan dan
penghambaan kepada selain Allah Swt. Mulailah Muhammad Saw selepas diangkat
menjadi Rasul melaksanakan tugas utamanya sebagai muballig dan
menyampaikan segala bentuk ajaran dan perintah kepada manusia. Diawali dengan
Makkah sebagai basis perjuangan dalam menegakan kalimat tauhid diatas muka
bumi, sebagai langkah awal dalam menapaki perjuangan panjang dalam merubah
sejarah dan peradaban manusia.
Akan tetapi melihat
kondisi sosiologis yang tidak memungkinkan untuk melakukan dakwah secara
terang-terangan, ditopang aspek psikologis penduduk Makah yang belum siap
menerima ajaran wahyu ilahi ini, memaksa Muhammad Saw untuk keluar Makkah dan
mencari medan lain yang bisa memungkinkan melanjutkan dakwah sehingga risalah
tersebut bisa sampai kepada hati yang merindukan ajaran suci. Akhirnya Allah
Swt memilihkan Yatsrib/Madinah sebagai tempat terbaik dimana penduduknya
merupakan manusia yang memiliki potensi unggul sehingga ajaran islam bisa
diserap dan diamalkan dan tersebar ke berbagai belahan dunia.
Tatkala kaum muslimin
hidup di Madinah berdampingan dengan orang-orang Yahudi secara tidak langsung
terjadi interaksi sosial dengan Ahlul Kitab baik melalui proses, jual beli,
pertukaran pemikiran, pertemuan, ataupun melalui praktek keagamaan yang
dilakukan orang bangsa Yahudi.
Muhammad Saw sebagai
Rasul yang mempunyai tugas untuk menyampaikan risalah sudah semestinya
melakukan demonstrasi ataupun ajakan kepada golongan Yahudi untuk mengenal
islam lebih jauh dan menyeru agar menjadikan islam sebagai agama mereka.
Ataupun kondisi dari sebagian orang-orang Yahudi yang mencoba melakukan Tanya
jawab kepada Rasulullah Saw baik itu dengan meminta fatwa, ataupun usaha mereka
untuk menyakinkan ke nubuwwahannya, dan kebenaran risalahnya.
Sebagaimana salah satu
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam sahih nya:
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رضى الله عنهما أَنَّهُ قَالَ إِنَّ الْيَهُودَ
جَاءُوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَذَكَرُوا لَهُ أَنَّ رَجُلاً
مِنْهُمْ وَامْرَأَةً زَنَيَا فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
مَا تَجِدُونَ فِى التَّوْرَاةِ فِى شَأْنِ الرَّجْمِ فَقَالُوا نَفْضَحُهُمْ
وَيُجْلَدُونَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلاَمٍ كَذَبْتُمْ إِنَّ فِيهَا
الرَّجْمَ فَأَتَوْا بِالتَّوْرَاةِ فَنَشَرُوهَا فَوَضَعَ أَحَدُهُمْ يَدَهُ
عَلَى آيَةِ الرَّجْمِ فَقَرَأَ مَا قَبْلَهَا وَمَا بَعْدَهَا فَقَالَ لَهُ
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلاَمٍ ارْفَعْ يَدَكَ فَرَفَعَ يَدَهُ فَإِذَا فِيهَا آيَةُ
الرَّجْمِ قَالُوا صَدَقَ يَا مُحَمَّدُ فِيهَا آيَةُ الرَّجْمِ فَأَمَرَ بِهِمَا
رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَرُجِمَا فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يَحْنِى عَلَى
الْمَرْأَةِ يَقِيهَا الْحِجَارَةَ
Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Umar r.a bahwa orang-orang Yahudi mendatangi
Rasulullah Saw lalu bercerita bahwa ada seorang wanita dari kalangan mereka dan
seorang laki-laki berzina. Lalu Rasulullah Saw bertanya kepada mereka; 'Apa
yang kalian dapatkan dalam Kitab Taurat tentang permasalahan hukum rajam?'.
Mereka menjawab; 'Kami mempermalukan (membeberkan aib) mereka dan mencambuk
mereka'. Maka Abdullah bin Salam berkata; 'Kalian berdusta. Sesungguhnya di
dalam Kitab Taurat ada hukuman rajam. Coba bawa kemari kitab Taurat. Maka
mereka membacanya saecara seksama lalu salah seorang diantara mereka meletakkan
tangannya pada ayat rajam, dan dia hanya membaca ayat sebelum dan sesudahnya.
Kemudian Abdullah bin Salam berkata; 'Coba kamu angkat tanganmu'. Maka orang
itu mengangkat tangannya, dan ternyata ada ayat tentang rajam hingga akhirnya
mereka berkata; 'Muhammad telah berkata benar, di dalam Taurat ada ayat tentang
rajam'. Maka Rasulullah Saw memerintahkan kedua orang yang berzina itu agar
dirajam'
Begitupun dengan kaum
Yahudi yang mencoba memperlihatkan berbagai idelogi, ajaran dan praktek
keagamaan yang mereka lakukan kepada kaum Muslimin , sebagaimana hadis yang
diriwayatkan Imam Bukhari dari Abu Hurairah:
كَانَ
أَهْلُ الْكِتَابِ يَقْرَءُونَ التَّوْرَاةَ بِالْعِبْرَانِيَّةِ
وَيُفَسِّرُونَهَا بِالْعَرَبِيَّةِ لأَهْلِ الإِسْلاَمِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صلى الله عليه وسلم لاَ تُصَدِّقُوا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلاَ تُكَذِّبُوهُمْ
وَقُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ الآيَةَ
Ahlul
Kitab membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan mereka menafsirkankannya dengan
bahasa Arab kepada pemeluk Islam, maka Rasulullah Saw bersabda: "Janganlah
kamu membenarkan ahli kitab dan jangan pula mendustakan mereka", namun
katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada
kami..Al-Ayat" (QS: Al-Baqarah:136)
Proses interaksi inilah
yang membantu merembesnya tsaqafah Yahudi kedalam ajaran islam, sehingga
dengan adanya fakta tersebut menjadi indikasi kuat bahwa periwayatan
israiliyyat sudah terjadi pada masa awal kemunculan islam.
Al-Quran didalamnya
memuat beragam kisah-kisah para Nabi beserta para umat-umatnya yang terdahulu,
akan tetapi pemaparannya tidak secara terperinci hanya secara global saja,
karena secara prinsip tujuan dari kisah tersebut hanya memberikan íbrah/pelajaran
kepada umatnya. Ketika para sahabat merasakan keingintahuan akan perkara ijmal
tersebut mereka berusaha mecari tahu kepada orang-orang Yahudi yang telah masuk
islam (Ahlul Kitab) untuk menjelaskan perkara tersebut sedetail mungkin, akan
tetapi keingintahuan tersebut tidak membuat para sahabat keluar dari
koridor/aturan yang telah Rasulullah Saw tetapkan.
Adz-Dzahabi berkomentar
dalam perkara ini:
"Para sahabat
tidak bertanya kepada Ahlul Kitab tentang semua perkara, dan tidak serta merta
menerima kabar dari mereka secara mentah, akan tetapi mereka bertanya tentang
perkara hanya sebatas menjelaskan suatu kisah yang Al-Quran sendiri tidak
memperinci kisah tersebut"
Para sahabatpun tidak bertanya kepada Ahlul Kitab yang menyangkut
tentang permasalahan aqidah atau perkara yang membahas tentang hukum, karena
dipandang kedua hal tersebut merupakan pondasi yang sangat fundamental sehingga
tidak bisa disandarkan kepada nash yang masih berstatus dzanni.
Lebih-lebih para sahabat mendustakan perkara yang menyalahi syari'at
ataupun bertentangan dengan akidah yang bersumber dari ajaran Yahudi. Dan para
sahabat pun tidak memalingkan perhatian mereka untuk bertanya kepada Ahlul
kitab ketika mereka mendapatkan keterangan yang jelas dari Rasulullah Saw. hal ini
merupakan bentuk jawaban sahabat atas sabda Rasulullah Saw:
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ بَلِّغُوا
عَنِّى وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِى إِسْرَائِيلَ وَلاَ حَرَجَ وَمَنْ
كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
"sampaikanlah apa yang datang dariku
walaupun satu ayat, dan ceritakanlah apa yang kamu dengar dari Bani Isra’il,
dan hal itu tidak ada Salahnya, dan barang siapa berdusta atas namaku maka
hendaknya dia menyiapkan tempat duduknya di neraka"
Dan sabda Rasulullah
Saw:
لاَ تُصَدِّقُوا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلاَ تُكَذِّبُوهُمْ
وَقُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ الآيَةَ
"Janganlah kamu membenarkan ahli kitab
dan jangan pula mendustakan mereka", namun katakanlah:
"Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami..Al-Ayat
Ketika datang masa tabi'in banyak
dari kalangan Ahlul kitab yang masuk islam dengan membawa tsaqafah yang
mereka miliki dari agama pendahulunya. Dengan menyebarkan berbagai berita yang
memiliki unsur kharafat dan hayalan sehingga sebagian kaum muslimin sangat
antusias dalam menerima berita tersebut. Dengan ini mulailah israiliyyat
berkembang dan menyebar dalam komunitas islam. Kemudian penyebaran israiliyyat
semakin menjadi setelah masa tabi'in, dengan mewabahnya para pendongeng yang
mencoba menyisipkan riwayat israiliyyat dalam pembicaraan mereka sebagai ladang
memperoleh rizki. [6]
D. Sebab Menyebarnya Israiliyyat dalam
Islam
Melihat fenomena
mewabahnya periwayatan israiliyat sehingga membuat geger para ulama, hal ini
menimbulkan pertanyaan, faktor apa yang menyebabkan israiliyyat ini bisa
menyebar kedalam sendi-sendi ajaran islam sehingga periwayatan tersebut
memenuhi sebagian karya para ulama terutama dalam kitab-kitab hadis.
Penulis mencoba
menjelaskan faktor tersebut dengan membatasi dua faktor yang paling dominan:
1. Sebagaimana yang di paparkan oleh
Adz-Dzahabi, bahwa faktor penyebab menyebarnya israiliyyat kedalam tubuh islam
yaitu disebabkan oleh kebencian para musuh-musuh islam terutama kaum Yahudi.
Musuh islam melakukan segala cara agar islam bisa lumpuh dan kehilangan
pemeluknya, termasuk menyusupnya agen Yahudi kedalam islam dengan mengaku
sebagai pemeluk agama islam namun pada dasarnya mereka ingin menggerogoti islam
dari dalam. Sebagaimana yang dilakukan oleh Abdullah bin Saba, dengan
menyebarkan ideologi syi'ah dengan mempertuhankan Ali bin Abi Thalib serta
membuat segala kebohongan sehingga kaum muslimin terpecah.
2. Muculnya para pendongeng yang
berorientasi dunia yang tidak mempunyai adab keislaman sehingga larangan
Rasulullah Saw pun dilanggar. Mereka mencoba mengelabui manusia dengan
cerita-cerita menarik dan ajaib yang bersumber dari bani israil dengan tujuan
mendapatkan bayaran dan uang yang berlimpah sebagai ladang penghasilan bagi
mempertahankan kehidupannya.
E. Klasifikasi Israiliyyat
Para ulama membagi jenis israiliyyat dalam
beberapa kategori
1. Klasifikasi israiliyyat menurut kesahihan
sanad dan matan.
a. Israiliyyat yang mempunyai keshahihan
dari segi sanad dan matanya.
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam
sahihnya:
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِى سَلَمَةَ عَنْ هِلاَلِ بْنِ أَبِى هِلاَلٍ عَنْ
عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رضى الله
عنهما أَنَّ هَذِهِ الآيَةَ الَّتِى فِى الْقُرْآنِ يَا أَيُّهَا النَّبِىُّ
إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا قَالَ فِى التَّوْرَاةِ
يَا أَيُّهَا النَّبِىُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَحِرْزًا
لِلأُمِّيِّينَ أَنْتَ عَبْدِى وَرَسُولِى سَمَّيْتُكَ الْمُتَوَكِّلَ لَيْسَ
بِفَظٍّ وَلاَ غَلِيظٍ وَلاَ سَخَّابٍ بِالأَسْوَاقِ وَلاَ يَدْفَعُ السَّيِّئَةَ
بِالسَّيِّئَةِ وَلَكِنْ يَعْفُو وَيَصْفَحُ وَلَنْ يَقْبِضَهُ اللَّهُ حَتَّى
يُقِيمَ بِهِ الْمِلَّةَ الْعَوْجَاءَ بِأَنْ يَقُولُوا لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
فَيَفْتَحَ بِهَا أَعْيُنًا عُمْيًا وَآذَانًا صُمًّا وَقُلُوبًا غُلْفًا
b.
Israiliyyat
yang dha'if salah satunya (baik matan ataupun sanad)
Hadis yang diriwayatkan
oleh Ibn Jarir dalam tafsirnya:
حدثنا
القاسم قال: حدثنا الحسين فال حدثنا حجاج عن ابن جريج عن وهب ابن سليمان عن شعيب
الجبائي قال: في كتاب الله: الملائكة حملة العرش لكل ملك منهم وجه إنسان وثور
وأسد, فإذا حركوا أجنحتهم فهو البرق.
Para ulama mengomentasi
status perawi yang bernama Syu'aib Al-Jabbai yang mana ia adalah seorang yang
suka meriwayatkan cerita dari Ahlul Kitab, Penulis Lisan Al-Mizan menjelaskan
perihal status jatidirinya ketika menulis biografinya bahwa Syu'aib Al-Jabbai
dikategorikan sebagai 'matruk' tidak diterima periwayatanya karena sering
meriwayatkan perkara yang tidak bisa diterima logika.
b. Hadis maudu' yang bercerita tentang
israiliyyat
2. Klasifikasi Menurut Tema Berita
Israiliyyat
a. Berita Israiliyyat yang berhubungan
dengan aqidah
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
عَنْ
عَبِيدَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رضى الله عنه قَالَ جَاءَ حَبْرٌ مِنَ الأَحْبَارِ
إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنَّا نَجِدُ
أَنَّ اللَّهَ يَجْعَلُ السَّمَوَاتِ عَلَى إِصْبَعٍ وَالأَرَضِينَ عَلَى إِصْبَعٍ
وَالشَّجَرَ عَلَى إِصْبَعٍ وَالْمَاءَ وَالثَّرَى عَلَى إِصْبَعٍ وَسَائِرَ
الْخَلاَئِقِ عَلَى إِصْبَعٍ فَيَقُولُ أَنَا الْمَلِكُ فَضَحِكَ النَّبِىُّ صلى
الله عليه وسلم حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ تَصْدِيقًا لِقَوْلِ الْحَبْرِ ثُمَّ
قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ
وَالأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ
بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
b. Berita Israiliyyat yang berhubungan
dengan Hukum
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رضى الله عنهما أَنَّهُ قَالَ إِنَّ
الْيَهُودَ جَاءُوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَذَكَرُوا لَهُ
أَنَّ رَجُلاً مِنْهُمْ وَامْرَأَةً زَنَيَا فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صلى
الله عليه وسلم مَا تَجِدُونَ فِى التَّوْرَاةِ فِى شَأْنِ الرَّجْمِ فَقَالُوا
نَفْضَحُهُمْ وَيُجْلَدُونَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلاَمٍ كَذَبْتُمْ إِنَّ
فِيهَا الرَّجْمَ فَأَتَوْا بِالتَّوْرَاةِ فَنَشَرُوهَا فَوَضَعَ أَحَدُهُمْ
يَدَهُ عَلَى آيَةِ الرَّجْمِ فَقَرَأَ مَا قَبْلَهَا وَمَا بَعْدَهَا فَقَالَ
لَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلاَمٍ ارْفَعْ يَدَكَ فَرَفَعَ يَدَهُ فَإِذَا فِيهَا
آيَةُ الرَّجْمِ قَالُوا صَدَقَ يَا مُحَمَّدُ فِيهَا آيَةُ الرَّجْمِ فَأَمَرَ
بِهِمَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَرُجِمَا فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يَحْنِى
عَلَى الْمَرْأَةِ يَقِيهَا الْحِجَارَةَ
c. Berita Israiliyyat yang mengandung
unsur nasehat dan penjelasan sebagian perkara juz'i yang tidak ada
hubungannya dengan 'aqidah dan hukum
Adapun contoh dari
jenis ketiga ini sebagaimana yang di sampaikan oleh sebagian mufassir
diantaranya Muqatil ibn Sulaiman ketika menjelaskan Firman Allah Ta'ala:
وَإِنِّي مُرْسِلَةٌ إِلَيْهِمْ بِهَدِيَّةٍ
فَنَاظِرَةٌ بِمَ يَرْجِعُ الْمُرْسَلُونَ
3. Klasifikasi Menurut kesesuaian dan
kontradiktif dengan syari'at Islam
a. Berita Israiliyyat yang sesuai
dengan syari'at islam:
Hadis yang diriwayatkan
oleh Imam Muslim yang bersumber dari Fatimah binti Qais, yang mana ia adalah
termasuk kedalam golongan wanita pertama yang berhijrah, ia berkata bahwa
Rasulullah Saw bersabda setelah mengumpulkan seluruh para sahabat:
قَالَ
إِنِّى وَاللَّهِ مَا جَمَعْتُكُمْ لِرَغْبَةٍ وَلاَ لِرَهْبَةٍ وَلَكِنْ
جَمَعْتُكُمْ لأَنَّ تَمِيمًا الدَّارِىَّ كَانَ رَجُلاً نَصْرَانِيًّا فَجَاءَ
فَبَايَعَ وَأَسْلَمَ وَحَدَّثَنِى حَدِيثًا وَافَقَ الَّذِى كُنْتُ أُحَدِّثُكُمْ
عَنْ مَسِيحِ الدَّجَّالِ...الخ
b. Berita Israiliyyat yang bertentangan
dengan syari'at islam
c. Berita Israiliyyat yang maskut
'anhu/tidak ada dalam syariat yang menjadi pembenaran ataupun penolakan[7]
F. Legalitas Periwayatan Israiliyyat
Melihat nash
yang membicarakan tentang hukum periwayatan israiliyat, maka akan nampak secara
kasat mata ada kontradiksi antara satu nash dengan yang lainya, disatu
sisi secara tegas melarang, namun di sisi yang lainnya ada satu kelonggaran
dalam periwayatnnya, penulis mencoba menguraikan permasalahan tersebut sebagai
berikut:
a.
Nash yang
menunjukan larangan dalam meriwayatkan Israiliyyat
§ Dalil Al-Quran:
2. يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا
يُبَيِّنُ لَكُمْ كَثِيرًا مِمَّا كُنْتُمْ تُخْفُونَ مِنَ الْكِتَابِ[9]
3. وَمِنَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَى أَخَذْنَا
مِيثَاقَهُمْ فَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ[10]
§ Dalil Hadis:
Hadis yang diriwayatkan
oleh Ibn Hajar dalam Fathul Bari yang bersumber dari Ibn Mas'ud dengan isnad
hasan:
لا تسالوا أهل الكتاب فإنهم لن يهدوكم وقد أضلوا أنفسهم, فتكذبوا بحق أو
تصدقوا بباطل
b. Nash yang membolehkan periwayatan israiliyyat
§ Dalil Al-Quran:
2. فَإِنْ كُنْتَ فِي شَكٍّ مِمَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ
فَاسْأَلِ الَّذِينَ يَقْرَءُونَ الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكَ[12]
3. وَاسْأَلْ مَنْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ
رُسُلِنَا أَجَعَلْنَا مِنْ دُونِ الرَّحْمَنِ آلِهَةً يُعْبَدُونَ[13]
§
Dalil
Hadis:
بَلِّغُوا
عَنِّى وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِى إِسْرَائِيلَ وَلاَ حَرَجَ وَمَنْ
كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Dari kedua nash diatas
bisa diambil jalan tengah melalui penjelasan hadis Ibn 'Umar bahwa maksud dari
sabda Rasulullah saw (وَحَدِّثُوا
عَنْ بَنِى إِسْرَائِيلَ وَلاَ حَرَجَ) merupakan
anjuran dari Rasulullah untuk meriwayatkan berita yang datang dari Ahlul Kitab
bagi siapa yang secara pasti mengetahui kebenaran berita tersebut dengan
Al-Quran dan hadis sahih.
Dan keliru bagi siapa
yang memaknai hadis tersebut bahwa Rasulullah Saw menganjurkan untuk
meriwayatkan berita dari Ahlul Kitab tentang segala sesuatu tanpa memperhatikan
kebenaran ataupun kebatilannya. Karena Rasulullah Saw sendiri dengan tegas
mengecam bagi siapa saja yang meriwayatkan sebuah hadis dengan dalih berdusta
kepada baginda besar Muhammad Saw.
Dengan pembagian
israiliyyat kedalam tiga klasifikasi yang sudah penulis paparkan dalam
pembahasan sebelumnya, maka hukum periwayatannyapun mengacu kepada pembagian sebagai
berikut:
1.
Israiliyyat
yang sesuai dengan syariat maka itu diterima dan dibolehkan periwayatannya
2.
Israiliyyat
yang bertentangan dengan syariat maka itu ditolak dan tidak ada toleransi dalam
periwayatanya
3.
Adapun
bagian ketiga yaitu israiliyyat yang tidak ada pembenaran atapun penolakan dari
syariat maka jalan terbaik yaitu tawaquf (berdiam diri tidak membenarkan
dan juga tidak mendustakan), hal ini sesuai dengan sabda Nabi Saw:
لاَ
تُصَدِّقُوا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلاَ تُكَذِّبُوهُمْ
Adapun hukum
periwayatannya sebagian ulama seperti Ibn Taimiyyah membolehkannya, disandarkan
kepada hadis Nabi Saw:
G. Para Perawi Masyhur Dalam
Periwayatan Israiliyyat
Jika membuka kembali
lembaran-lembaran karya ulama baik berupa tafsir maupun syarah hadis maka akan
bermunculan tokoh-tokoh yang yang familiar dikalangan umat islam yang berperan
dalam meriwayatkan israiliyyat baik dari kalangan para sahabat, tabi'in ataupun
tabi' at-tabi'in.
a.
Golongan
Sahabat
Para sahabat yang
dinilai banyak meriwayatkan israiliyyat ada lima:
1.
'Abdulullah
ibn 'Abbas
2.
Abu
Hurairah
3.
'Abdullah
ibn 'Umar ibn Al-'Ash
4.
'Abdullah
ibn Salam
5.
Tamim
Ad-Dari
b.
Golongan
Tabi'in
Pada masa tabi'in
terjadi penyebaran islam secara besar-besaran sehingga risalah islam menyebar
dari barat ketimur. Diantaranya banyaknya orang yang masuk islam dari golongan
Ahlul Kitab yang mengetahui tentang ajaran agama sebelumnya sehingga memberikan
usaha kepada mereka untuk menjelaskan sebagian Al-Quran yang bersifat global
dengan apa yang mereka ketahui.
Adapun dari golongan
tabi'in yang terkenal dalam periwayatan israiliyyat adalah dua orang yang
sebelum masuk islam merupakan para rahib Yahudi yaitu:
1.
Ka'ab
Al-Ahbar
2.
Wahb
ibn Munabbih
c. Golongan Tabi' At-Tabi'in
Pada masa ini terjadi
gelombang periwayatan israiliyyat secara besar-besaran yang tidak terjadi
sebelumnya, hal ini disebabkan karena para perawi menyepelekan dampak dari
periwayatan israiliyyat tersebut tanpa memperhatikan batasanya.
Adapun para perawi yang
dinilai masyhur dari kalangan ini adalah:
1. Muhammad ibn As-Saib Al-Kalbi
2. 'Abdul Malik Ibn 'Abdul 'Aziz ibn
Juraij
3. Muqatil ibn Sulaiman
4. Muhammad ibn Marwan As-Sudi[15]
H. Bahayanya Penyebaran Israiliyyat
Dalam Islam
Para ulama berusaha
dengan sukuat tenaga untuk menjaga kemurnian ajaran islam dari khurafat,
hayalan dan berbagai berita fiktif yang menyusup kedalam sendi-sendi sumber
syari'at islam, sebagaimana israiliyyat ini menyusup kedalam penafsiran
Al-Quran begitupun ajaran fasid ini menembus sumber ajaran kedua yaitu
Al-Hadis dengan berbagai cara.
Begitu bahanya
gelombang penyebaran israiliyyat ini karena bisa berdampak terhadap keutuhan
aqidah dan ibadah seorang muslim dalam pengamalan segala bentuk syariat yang
berlaku dalam islam. Dampak paling besar ketika israiliyyat ini dijadikan hujjah
dalam beragama akan berakibat kepada penyelewengan syariat yang mengantarkannya
kedalam jurang kesesatan dan menjauh dari hidayah Al-Quran.
Adapun bahaya akan
penyebaran israiliyyat yang bisa berdampak terhadap aspek kehidupan seorang
muslim dalam beragama, para ulama memberikan penjelasan sebagai berikut:
1.
Riwayat
Israiliyyat menggiring aqidah seorang muslim kepada penyimpangan dan kesesatan;
sehingga bisa merusak keyakinannya kepada Allah dan rasulnya.
2. Riwayat israiliyyat dapat memicu
manusia menjauh dari islam, karena israiliyyat mengandung berbagai unsur
khurafat sehingga menimbulkan keraguan atas kemurnian ajaran islam.
3.
Terkontaminasinya
ajaran islam dengan riwayat israiliyyat membuat kaum muslimin terjauh dari
petunjuk Al-Quran yang sebenarnya. Sehingga kemurnian ajaranya tidak bisa
diamalkan secara kaffah.
4.
Riwayat
Israiliyyat membuat keraguan umat islam kepada integritas para ulama salaf
as-saleh; karena riwayat tersebut pada hakikatnya merupakan berita bohong dan
penuh kebatilan, namun dengan tujuan agar berita tersebut bisa diterima dalam
komunitas islam maka riwayat tersebut di nisbatkan kepada para ulama yang
secara prinsip tidak tahu menahu akan kebenarannya.
I. Realitas Israiliyyat dalam Hadis
Jika diteliti lebih
dalam bahwa dalam kitab-kitab hadis terdapat banyak sekali hadis yang bersumber
dari Rasulullah Saw dengan sanad yang sahih, bercerita tentang bani israil.
Diantaranya:
1.
Hadis
yang menjadi penjelas dari apa yang terdapat dalam Al-Quran. seperti hadis yang
menjelaskan tentang surat Al-Baqarah ayat 85:
وَإِذْ قُلْنَا ادْخُلُوا هَذِهِ
الْقَرْيَةَ فَكُلُوا مِنْهَا حَيْثُ شِئْتُمْ رَغَدًا وَادْخُلُوا الْبَابَ
سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ وَسَنَزِيدُ
الْمُحْسِنِينَ
Dimana Imam Bukhari
meriwayatkan dalam sahihnya dari Abu Hurairah tentang penjelas dari ayat
tersebut, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
قِيلَ لِبَنِى إِسْرَائِيلَ ادْخُلُوا
الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ فَدَخَلُوا يَزْحَفُونَ عَلَى أَسْتَاهِهِمْ
فَبَدَّلُوا وَقَالُوا حِطَّةٌ حَبَّةٌ فِى شَعَرَةٍ
2.
Hadis yang mengadung cerita dan pelajaran yang bermaksud sebagai targhib
wa tarahib (motifasi dan peringatan). Contohnya apa yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dari Abu Hurairah menceritakan seorang hamba shaleh yang bernama
Juraij:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله
عليه وسلم كَانَ رَجُلٌ فِى بَنِى إِسْرَائِيلَ يُقَالُ لَهُ جُرَيْجٌ يُصَلِّى
فَجَاءَتْهُ أُمُّهُ فَدَعَتْهُ فَأَبَى أَنْ يُجِيبَهَا فَقَالَ أُجِيبُهَا أَوْ
أُصَلِّى ثُمَّ أَتَتْهُ فَقَالَتِ اللَّهُمَّ لاَ تُمِتْهُ حَتَّى تُرِيَهُ
الْمُومِسَاتِ وَكَانَ جُرَيْجٌ فِى صَوْمَعَتِهِ فَقَالَتِ امْرَأَةٌ
لأَفْتِنَنَّ جُرَيْجًا فَتَعَرَّضَتْ لَهُ فَكَلَّمَتْهُ فَأَبَى فَأَتَتْ
رَاعِيًا فَأَمْكَنَتْهُ مِنْ نَفْسِهَا فَوَلَدَتْ غُلاَمًا فَقَالَتْ هُوَ مِنْ
جُرَيْجٍ فَأَتَوْهُ وَكَسَرُوا صَوْمَعَتَهُ فَأَنْزَلُوهُ وَسَبُّوهُ
فَتَوَضَّأَ وَصَلَّى ثُمَّ أَتَى الْغُلاَمَ فَقَالَ مَنْ أَبُوكَ يَا غُلاَمُ
قَالَ الرَّاعِى قَالُوا
Hadis diatas berbicara tentang kondisi Bani Israil
yang bersumber dari Rasulullah Saw bertujuan untuk memberikan nasihat dan
pelajaran bagi kaum muslimin, hadis ini memiliki validitas sehingga dapat
diterima dan dijadikan pegangan bagi seorang muslim.
Akan tetapi tidak dipungkiri, bahwa didalam
kitab-kitab hadis bahkan dalam kitab tafsir juga sangat banyak memuat beragam
riwayat israiliyat yang disandarkan kepada Rasulullah Saw yang tidak memiliki
kepastian kebenarannya. Dan pelaku kemungkaran dalam menyusupkan riwayat batil
tersebut adalah kaum zindik dan pendongeng yang tidak mempunyai kredibilitas
personal; menjadi tokoh utama dalam penyebaran riwayat ini dan sangat berperan
dalam menghancurkan ajaran Islam.[16]
J. Penutup
Hadis menjadi sumber
kedua setelah Al-Quran dan mempunyai peranan penting dalam membangun konstruksi
syariat. Begitupun fungsi fitalnya sebagai penjelas dari Al-Quran membuat
posisi nya tidak bisa dipandang sebelah mata, sehingga perhatian para ulama
untuknya begitu besar dalam menjaga kelestarian kemurniannya. Usaha yang
dilakukan disetiap zaman terus terwujud dengan berbagai cara, dari penyaringan
sampai pembersihan disetiap bagianya.
Ketika hadis berkembang
pada periode awal perhatian kaum muslimin akan hadis tidak terlalu kritis,
karena kaum muslimin pada waktu itu belum terjadi benturan baik antar personal
maupun antar golongan. Namun kondisi tersebut berubah ketika terjadi fitnah
al-kubra dengan terbunuhnya khalifah ketiga yaitu Utsman ibn Affan,
sehingga ummat islam lebih waspada dalam menerima berita, cerita ataupun kisah
yang disandarkan langsung kepada Rasulullah Saw.
Filterisasi ini terus
berlanjut hingga masa tabi'in sehingga para ulama salaf membuat aturan main
dalam meriwayatkan hadis yang bersumber dari Rasulullah Saw. Karena kekhawatiran
terjadinya asimilasi pemikiran dan ajaran yang datang dari pemeluk agama samawi
(ahulul kitab) yang masuk kedalam islam. Proses ini yang akhirnya
menghasilkan berbagai produk dalam disiplin ilmu hadis; jarh wa at-ta'dil, naqd
al-hadis, tarikh ruwat, rijal al-hadis dan tawarikh mutun yang konsen dalam
mengcover serangan musuh islam yang berusaha menghancurkan islam dengan
menyusupkan racun kedalam tubuh Islam.
Dengan melihat fakta
tersebut, sudah seharusnya setiap muslim menjaga keutuhan dan kesucian aqidah
dan ibadah nya dari berbagai ajaran yang belum jelas hakikatnya. Kehati-hatian
dalam menerima segala petuah dan berita yang tertulis dalam lembaran karya para
ulama (baik dalam tafsir maupun kitab-kitab hadis) dari berbagai penyimpangan.
Sehingga dengan kehati-hatian tersebut bisa mengantarkan seorang muslim kepada
kesempurnaan dalam pengamalan syariat secara benar dan terjauh dari kesesatan.
Daftar Pustaka
Jamal Mustafa 'Abdul Hamid, Ushul Ad-Dakhil fi At-Tafsir Ai At-Tanjil,
(Cairo: Dar Al-Handasah, cet. 4, 2009)
Ramzi Na'Na'ah, Al-Israiliyyat wa Atsaruha fi Kutub At-Tafsir, (Damaskus:
Dar Al-Qalam, cet. 1, 1970)
Muhammad Husain Adz-Dzahabi, Al-Israiliyyat fi At-Tafsir wa Al-Hadis,
(Cairo: Maktabah Wahbah)
Ibrahim 'Abdurrahman Khalifah, Ad-Dakhil fi At-Tafsir, (Cairo:
Universitas Al-Azhar)
Software:
Mausu'ah Al-Hadits Asy-Syarif, Jam'iyyah Al-Maknaz Al-Islami
Al-Maktabah Asy-Syamilah
[2] Ramzi Na'Na'ah, Al-Israiliyyat wa Atsaruha fi Kutub At-Tafsir,
(Damaskus: Dar Al-Qalam, cet. 1, 1970), hlm. 72.
[4] Muhammad Husain Adz-Dzahabi, Al-Israiliyyat fi At-Tafsir wa
Al-Hadis, (Cairo: Maktabah Wahbah), hlm. 13.