Israiliyyat Dalam Hadis



Disusun Oleh: 
H. Ahmad Ridla Syahida, Lc., M.Ag
Email: ridla.ars@gmail.com
Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Arab
STAI Al-Ma’arif Ciamis


A.    Pendahuluan
Dalam perjalanan sejarah umat islam Rasululllah Saw dipandang sebagai 'wakil' (representasi) Tuhan dimuka bumi ini, selain sebagai penyampai risalah nabawiyah, beliau juga bertugas sebagai mubayyin (penjelas) dari segala bentuk firman Tuhan baik yang tersurat maupun yang tersirat. Hal ini berimplikasi terhadap usaha/perjuangan para sahabat dalam mendokumentasikan dan merekam setiap hurup yang keluar dari petuah Rasulullah Saw. sekaligus menjaga keutuhan hadis dari segala bentuk 'kotoran' yang bisa menyebabkan terkontaminasinya ucapan Nabi dengan yang lainnya.
Melihat begitu sakralnya kedudukan perkataan Nabi yang disampaikan baik secara verbal-aksi-kesepakatan maka para shahabat dan generasi berikutnya (para tabi'in) berusaha untuk menjaga posisi hadis dalam mizan asy-syari'ah dengan menfiltrasi masuknya berita-berita yang terindikasi bersumber dari Ahlul Kitab yang jauh dari akidah dan prinsip kesucian ajaran islam.
Posisi islam sebagai agama penutup yang menjadi penyempurna syari'at agama yang datang sebelumnya. Agama yang membawa misi universalitas dan penyebar kedamaian ini merupakan risalah yang juga diemban oleh setiap para nabi sejak Adam sampai nabi akhir zaman; Muhammad Saw. Islam yang ketika lahir berada diantara agama samawi lainya: Yahudi dan Nasrani secara tidak langsung terjadi interaksi ideologi yang berimbas terhadap masuknya ajaran kedua agama tersebut kedalam islam.
Rasulullah saw pun tidak menafikan keberadaan ajaran agama-agama samawi tersebut, sehingga sebagian ideologi yang dibawa oleh pengikut nya yang masuk islam, oleh Rasulullah diberi catatan dan dikomentari sebagaimana yang terjadi pada kasus puasa asyu'ra yang dilakukan oleh umat Yahudi yang hidup di Madinah pada sasat itu. Al-Quran yang memuat informasi kejadian orang-orang terdahulu pun dianggap belum memberikan kepuasan bagi sebagian para sahabat yang hidup pada masa Rasulullah ataupun para tabi'in dan tabi' at-tabi'in yang hidup sesudah Rasulullah saw wafat. Sehingga membuat penasaran generasi selanjutnya untuk mencari berita kepada para pemeluk agama samawi atau Ahlul Kitab agar menjelaskan nash tersebut secara gamlang.
Informasi Ahlul Kitab tersebut yang oleh para ulama disebut Israiliyyat dan di kategorikan sebagai 'dakhil' paling berbahaya yang menyusup kedalam sumber ajaran islam:[1] tafsir dan hadis, yang mempunyai pengaruh sangat besar kedalam khazanah keislaman. Oleh karena itu penulis mencoba menguraikan problematika Israiliyyat khususnya yang ada dalam hadis, dari mulai latar belakang kemunculan hingga legalitas periwayatnya.[]
B.     Definisi Israiliyyat
Jika menelusuri asal kata (إاسرائليات) maka kita akan menemukan bahwa kata tersebut merupakan bentuk plural dari kata mufrad (إسرائلية). Para ahli bahasa menjelaskan pengertian kata (إسرائيل) secara etimologi bahwa Israil berasal dari bahasa Ibrani yang tersusun dari kata (إسري) yang bermakna 'abdun (hamba) atau shafwah (pilihan),  kemudian kata (إيل) yang mempunyai makna Allah (Tuhan) sehingga arti dari kata israil adalah hamba Tuhan atau hamba pilihan.[2] Adapun yang dimaksud dengan Israil dalam konteks ini adalah Nabi Ya’qub ibn Ishaq ibn Ibrahim. Al-Quran sendiri dibeberapa tempat banyak menceritakan perihal orang-orang Yahudi dan menasabkanya kepada moyang mereka yaitu israil: Ya'qub ibn Ishaq ibn Ibrahim[3]
Para ulama salaf tidak memberikan terminologi israiliyyat secara jelas dan lengkap. Sehingga membuat para ulama muta'akhirin mencoba untuk menguraikan pengertian israiliyyat secara jelas, diantaranya sebagai berikut:
a.             Adz-Dzahabi mendefinisikan Israiliyyat yaitu:
هي قصة أو حادثة تروي عن مصدر إسرائلى. والنسبة فيها إلى إسرائيل, وهو يعقوب بن إسحاق بن إبراهيم أبو الأسباط الإثني عشر.
Israiliyyat merupakan riwayat tentang kisah atau kejadian yang bersumber dari orang-orang bani israil, kata israil dinisbatkan kepada Ya'qub ibn Ishaq ibn Ibrahim yang merupakan moyang dari keturunannya yang berjumlah 12 orang.[4]
b.      Sebagian ulama mendefinisan nya sebagai berikut:
§       هذه الكلمة يهودية الأصل, وقد غلبت علي كل ما نقل من اليهودية إلى الإسلام وما نقل عن الأديان الأخرى إليه ايضا, ولكنها خصت بهذا الإسم لأن أغلب ما نقل عن اليهودية والأديان الأخرى كان طريقه ألئك الاسرائيليون
Kata israiliyyat berasal dari Yahudi dan mencakup seluruh periwayatan yang datang terhadap Islam yang berasal dari Yahudi ataupun dari agama selainya. Akan tetapi pengkhususan penamaan tersebut dilakukan karena mayoritas periwayatan bersumber dari Yahudi sedangkan agama yang lainya jalan periwayatanya juga melalui orang-orang Yahudi (Bani Israil).
§       يطلق علماء المسلمين كلمة إسرائيليات على جميع العقائد غير الإسلامية ولاسيما تلك العقائد والأساطير التي دسها اليهود والنصارى في الدين الإسلامي منذ القرن الأول الهجري
Para ulama menyebut istilah israiliyyat kepada seluruh ideologi yang bersumber dari luar islam, terutama ideologi dan cerita yang disusupkan oleh Yahudi dan Nasrani kedalam agama islam sejak abad pertama Hijriyah.
§       اسرائيليات اصطلاح أطلقه المدققون من علماء الإسلام علي القصص والاخبار اليهودية والصرانية التي تسربت إلي المجتمع الإسلامي بعد دخول جمع من اليهود والنصارى إلى الإسلام أو تظاهرهم بالدخول فيه
Israiliyyat merupakan istilah yang disematkan oleh para pengkaji dari para cendikiawan muslim terhadap cerita-cerita dan berita-berita yang bersumber dari kaum Yahudi dan Nasrani yang menyusup kedalam komunitas islam setelah masuknya islamnya sekelompok orang-orang dari golongan Yahudi dan Nasrani.[5]  
Pengertian diatas mempunyai kedekatan dari segi makna walaupun diantaranya saling melengkapi. Kemudian dalam hal ini Para ulama mengungkap istilah israiliyyat kepada pemahaman yang lebih luas, bahwa israiliyyat tidak hanya mencakup kepada riwayat yang bersumber dari Ahlul kitab; Yahudi dan Nasrani, namun israiliyyat merupakan semua jenis 'dakhil'; berita, kisah dan cerita yang diriwayatkan dan bersumber dari luar ajaran islam, terutama riwayat yang didalam nya mengadung unsur kebohongan dan penistaan terhadap ajaran islam.
C.    Proses Masuknya Israiliyyat kedalam Islam
Jika membuka buku sejarah maka akan nampak bagaimana tsaqafah bangsa Yahudi sudah ada wujudnya di wilayah semenanjung Arab sebelum diutusnya Muhammad Saw sebagai Rasul. Orang-orang Yahudi sebelum pengutusan sudah ada yang menenpati wilayah Yaman sehingga geliat keagamaan yang dilakukan bangsa Yahudi bisa terlihat, seperti kelompok Yahudi yang berasal Bani Nadhir, Khaibar dan Quraidhah menjadi bukti keberadaan agama tersebut. Adapun wilayah utara Arab terdapat penduduk wilayah Madinah Al-Hirah dan Imarah Al-Ghasāsinah yang merupakan kerajaan Kristen Arab kuno di Levant dimana mereka menjadi komunitas Kristen Awal penutur bahasa Yunani.
Al-Quran pun merekam jejak perjalanan bangsa Quraisy pada masa Jahiliyah dalam melakukan perjalanan pada waktu musim dingin dan panas (QS Quraisy:1-4) keluar wilayah Makkah, Dengan adanya proses interaksi tersebut secara alamiah memungkinkan terjadinya persinggungan tsaqafah diantara bangsa Quraisy dengan Ahlul kitab. Walaupun efek dari proses asimilasi tersebut tidak terjadi dalam frekwensi yang besar melihat kultur budaya Arab yang tidak terlalu melek dengan peradaban bangsa luar.
Ketika Allah mengutus seorang Rasul terakhir penutup para Nabi pembawa rahmat bagi semesta alam membawa semangat pencerahan kepada umatnya dan mengeluarkannya dari belenggu ke-jahiliyyahan dengan risalah nur ilahi sehingga menjadikan umat tersebut terbebas dari keterikatan dari segala bentuk perbudakan dan penghambaan kepada selain Allah Swt. Mulailah Muhammad Saw selepas diangkat menjadi Rasul melaksanakan tugas utamanya sebagai muballig dan menyampaikan segala bentuk ajaran dan perintah kepada manusia. Diawali dengan Makkah sebagai basis perjuangan dalam menegakan kalimat tauhid diatas muka bumi, sebagai langkah awal dalam menapaki perjuangan panjang dalam merubah sejarah dan peradaban manusia.
Akan tetapi melihat kondisi sosiologis yang tidak memungkinkan untuk melakukan dakwah secara terang-terangan, ditopang aspek psikologis penduduk Makah yang belum siap menerima ajaran wahyu ilahi ini, memaksa Muhammad Saw untuk keluar Makkah dan mencari medan lain yang bisa memungkinkan melanjutkan dakwah sehingga risalah tersebut bisa sampai kepada hati yang merindukan ajaran suci. Akhirnya Allah Swt memilihkan Yatsrib/Madinah sebagai tempat terbaik dimana penduduknya merupakan manusia yang memiliki potensi unggul sehingga ajaran islam bisa diserap dan diamalkan dan tersebar ke berbagai belahan dunia.
Tatkala kaum muslimin hidup di Madinah berdampingan dengan orang-orang Yahudi secara tidak langsung terjadi interaksi sosial dengan Ahlul Kitab baik melalui proses, jual beli, pertukaran pemikiran, pertemuan, ataupun melalui praktek keagamaan yang dilakukan orang bangsa Yahudi.
Muhammad Saw sebagai Rasul yang mempunyai tugas untuk menyampaikan risalah sudah semestinya melakukan demonstrasi ataupun ajakan kepada golongan Yahudi untuk mengenal islam lebih jauh dan menyeru agar menjadikan islam sebagai agama mereka. Ataupun kondisi dari sebagian orang-orang Yahudi yang mencoba melakukan Tanya jawab kepada Rasulullah Saw baik itu dengan meminta fatwa, ataupun usaha mereka untuk menyakinkan ke nubuwwahannya, dan kebenaran risalahnya.
Sebagaimana salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam sahih nya:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رضى الله عنهما أَنَّهُ قَالَ إِنَّ الْيَهُودَ جَاءُوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَذَكَرُوا لَهُ أَنَّ رَجُلاً مِنْهُمْ وَامْرَأَةً زَنَيَا فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَا تَجِدُونَ فِى التَّوْرَاةِ فِى شَأْنِ الرَّجْمِ فَقَالُوا نَفْضَحُهُمْ وَيُجْلَدُونَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلاَمٍ كَذَبْتُمْ إِنَّ فِيهَا الرَّجْمَ فَأَتَوْا بِالتَّوْرَاةِ فَنَشَرُوهَا فَوَضَعَ أَحَدُهُمْ يَدَهُ عَلَى آيَةِ الرَّجْمِ فَقَرَأَ مَا قَبْلَهَا وَمَا بَعْدَهَا فَقَالَ لَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلاَمٍ ارْفَعْ يَدَكَ فَرَفَعَ يَدَهُ فَإِذَا فِيهَا آيَةُ الرَّجْمِ قَالُوا صَدَقَ يَا مُحَمَّدُ فِيهَا آيَةُ الرَّجْمِ فَأَمَرَ بِهِمَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَرُجِمَا فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يَحْنِى عَلَى الْمَرْأَةِ يَقِيهَا الْحِجَارَةَ
Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Umar r.a bahwa orang-orang Yahudi mendatangi Rasulullah Saw lalu bercerita bahwa ada seorang wanita dari kalangan mereka dan seorang laki-laki berzina. Lalu Rasulullah Saw bertanya kepada mereka; 'Apa yang kalian dapatkan dalam Kitab Taurat tentang permasalahan hukum rajam?'. Mereka menjawab; 'Kami mempermalukan (membeberkan aib) mereka dan mencambuk mereka'. Maka Abdullah bin Salam berkata; 'Kalian berdusta. Sesungguhnya di dalam Kitab Taurat ada hukuman rajam. Coba bawa kemari kitab Taurat. Maka mereka membacanya saecara seksama lalu salah seorang diantara mereka meletakkan tangannya pada ayat rajam, dan dia hanya membaca ayat sebelum dan sesudahnya. Kemudian Abdullah bin Salam berkata; 'Coba kamu angkat tanganmu'. Maka orang itu mengangkat tangannya, dan ternyata ada ayat tentang rajam hingga akhirnya mereka berkata; 'Muhammad telah berkata benar, di dalam Taurat ada ayat tentang rajam'. Maka Rasulullah Saw memerintahkan kedua orang yang berzina itu agar dirajam'
Begitupun dengan kaum Yahudi yang mencoba memperlihatkan berbagai idelogi, ajaran dan praktek keagamaan yang mereka lakukan kepada kaum Muslimin , sebagaimana hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Abu Hurairah:
كَانَ أَهْلُ الْكِتَابِ يَقْرَءُونَ التَّوْرَاةَ بِالْعِبْرَانِيَّةِ وَيُفَسِّرُونَهَا بِالْعَرَبِيَّةِ لأَهْلِ الإِسْلاَمِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لاَ تُصَدِّقُوا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلاَ تُكَذِّبُوهُمْ وَقُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ الآيَةَ
Ahlul Kitab membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan mereka menafsirkankannya dengan bahasa Arab kepada pemeluk Islam, maka Rasulullah Saw bersabda: "Janganlah kamu membenarkan ahli kitab dan jangan pula mendustakan mereka", namun katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami..Al-Ayat" (QS: Al-Baqarah:136)
Proses interaksi inilah yang membantu merembesnya tsaqafah Yahudi kedalam ajaran islam, sehingga dengan adanya fakta tersebut menjadi indikasi kuat bahwa periwayatan israiliyyat sudah terjadi pada masa awal kemunculan islam.
Al-Quran didalamnya memuat beragam kisah-kisah para Nabi beserta para umat-umatnya yang terdahulu, akan tetapi pemaparannya tidak secara terperinci hanya secara global saja, karena secara prinsip tujuan dari kisah tersebut hanya memberikan íbrah/pelajaran kepada umatnya. Ketika para sahabat merasakan keingintahuan akan perkara ijmal tersebut mereka berusaha mecari tahu kepada orang-orang Yahudi yang telah masuk islam (Ahlul Kitab) untuk menjelaskan perkara tersebut sedetail mungkin, akan tetapi keingintahuan tersebut tidak membuat para sahabat keluar dari koridor/aturan yang telah Rasulullah Saw tetapkan.
Adz-Dzahabi berkomentar dalam perkara ini:
"Para sahabat tidak bertanya kepada Ahlul Kitab tentang semua perkara, dan tidak serta merta menerima kabar dari mereka secara mentah, akan tetapi mereka bertanya tentang perkara hanya sebatas menjelaskan suatu kisah yang Al-Quran sendiri tidak memperinci kisah tersebut"
Para sahabatpun tidak bertanya kepada Ahlul Kitab yang menyangkut tentang permasalahan aqidah atau perkara yang membahas tentang hukum, karena dipandang kedua hal tersebut merupakan pondasi yang sangat fundamental sehingga tidak bisa disandarkan kepada nash yang masih berstatus dzanni.
Lebih-lebih para sahabat mendustakan perkara yang menyalahi syari'at ataupun bertentangan dengan akidah yang bersumber dari ajaran Yahudi. Dan para sahabat pun tidak memalingkan perhatian mereka untuk bertanya kepada Ahlul kitab ketika mereka mendapatkan keterangan yang jelas dari Rasulullah Saw. hal ini merupakan bentuk jawaban sahabat atas sabda Rasulullah Saw:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِى إِسْرَائِيلَ وَلاَ حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
"sampaikanlah apa yang datang dariku walaupun satu ayat, dan ceritakanlah apa yang kamu dengar dari Bani Isra’il, dan hal itu tidak ada Salahnya, dan barang siapa berdusta atas namaku maka hendaknya dia menyiapkan tempat duduknya di neraka"
Dan sabda Rasulullah Saw:
لاَ تُصَدِّقُوا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلاَ تُكَذِّبُوهُمْ وَقُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ الآيَةَ
"Janganlah kamu membenarkan ahli kitab dan jangan pula mendustakan mereka", namun katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami..Al-Ayat
 Ketika datang masa tabi'in banyak dari kalangan Ahlul kitab yang masuk islam dengan membawa tsaqafah yang mereka miliki dari agama pendahulunya. Dengan menyebarkan berbagai berita yang memiliki unsur kharafat dan hayalan sehingga sebagian kaum muslimin sangat antusias dalam menerima berita tersebut. Dengan ini mulailah israiliyyat berkembang dan menyebar dalam komunitas islam. Kemudian penyebaran israiliyyat semakin menjadi setelah masa tabi'in, dengan mewabahnya para pendongeng yang mencoba menyisipkan riwayat israiliyyat dalam pembicaraan mereka sebagai ladang memperoleh rizki. [6]
D.    Sebab Menyebarnya Israiliyyat dalam Islam
Melihat fenomena mewabahnya periwayatan israiliyat sehingga membuat geger para ulama, hal ini menimbulkan pertanyaan, faktor apa yang menyebabkan israiliyyat ini bisa menyebar kedalam sendi-sendi ajaran islam sehingga periwayatan tersebut memenuhi sebagian karya para ulama terutama dalam kitab-kitab hadis.
Penulis mencoba menjelaskan faktor tersebut dengan membatasi dua faktor yang paling dominan:
1.      Sebagaimana yang di paparkan oleh Adz-Dzahabi, bahwa faktor penyebab menyebarnya israiliyyat kedalam tubuh islam yaitu disebabkan oleh kebencian para musuh-musuh islam terutama kaum Yahudi. Musuh islam melakukan segala cara agar islam bisa lumpuh dan kehilangan pemeluknya, termasuk menyusupnya agen Yahudi kedalam islam dengan mengaku sebagai pemeluk agama islam namun pada dasarnya mereka ingin menggerogoti islam dari dalam. Sebagaimana yang dilakukan oleh Abdullah bin Saba, dengan menyebarkan ideologi syi'ah dengan mempertuhankan Ali bin Abi Thalib serta membuat segala kebohongan sehingga kaum muslimin terpecah.
2.      Muculnya para pendongeng yang berorientasi dunia yang tidak mempunyai adab keislaman sehingga larangan Rasulullah Saw pun dilanggar. Mereka mencoba mengelabui manusia dengan cerita-cerita menarik dan ajaib yang bersumber dari bani israil dengan tujuan mendapatkan bayaran dan uang yang berlimpah sebagai ladang penghasilan bagi mempertahankan kehidupannya.
E.     Klasifikasi Israiliyyat
Para ulama membagi jenis israiliyyat dalam beberapa kategori
1.      Klasifikasi israiliyyat menurut kesahihan sanad dan matan.
a.       Israiliyyat yang mempunyai keshahihan dari segi sanad dan matanya.
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam sahihnya:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِى سَلَمَةَ عَنْ هِلاَلِ بْنِ أَبِى هِلاَلٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رضى الله عنهما أَنَّ هَذِهِ الآيَةَ الَّتِى فِى الْقُرْآنِ يَا أَيُّهَا النَّبِىُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا قَالَ فِى التَّوْرَاةِ يَا أَيُّهَا النَّبِىُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَحِرْزًا لِلأُمِّيِّينَ أَنْتَ عَبْدِى وَرَسُولِى سَمَّيْتُكَ الْمُتَوَكِّلَ لَيْسَ بِفَظٍّ وَلاَ غَلِيظٍ وَلاَ سَخَّابٍ بِالأَسْوَاقِ وَلاَ يَدْفَعُ السَّيِّئَةَ بِالسَّيِّئَةِ وَلَكِنْ يَعْفُو وَيَصْفَحُ وَلَنْ يَقْبِضَهُ اللَّهُ حَتَّى يُقِيمَ بِهِ الْمِلَّةَ الْعَوْجَاءَ بِأَنْ يَقُولُوا لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ فَيَفْتَحَ بِهَا أَعْيُنًا عُمْيًا وَآذَانًا صُمًّا وَقُلُوبًا غُلْفًا
b.      Israiliyyat yang dha'if salah satunya (baik matan ataupun sanad)
Hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Jarir dalam tafsirnya:
حدثنا القاسم قال: حدثنا الحسين فال حدثنا حجاج عن ابن جريج عن وهب ابن سليمان عن شعيب الجبائي قال: في كتاب الله: الملائكة حملة العرش لكل ملك منهم وجه إنسان وثور وأسد, فإذا حركوا أجنحتهم فهو البرق.
Para ulama mengomentasi status perawi yang bernama Syu'aib Al-Jabbai yang mana ia adalah seorang yang suka meriwayatkan cerita dari Ahlul Kitab, Penulis Lisan Al-Mizan menjelaskan perihal status jatidirinya ketika menulis biografinya bahwa Syu'aib Al-Jabbai dikategorikan sebagai 'matruk' tidak diterima periwayatanya karena sering meriwayatkan perkara yang tidak bisa diterima logika.
b.      Hadis maudu' yang bercerita tentang israiliyyat
2.      Klasifikasi Menurut Tema Berita Israiliyyat
a.       Berita Israiliyyat yang berhubungan dengan aqidah
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
عَنْ عَبِيدَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رضى الله عنه قَالَ جَاءَ حَبْرٌ مِنَ الأَحْبَارِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنَّا نَجِدُ أَنَّ اللَّهَ يَجْعَلُ السَّمَوَاتِ عَلَى إِصْبَعٍ وَالأَرَضِينَ عَلَى إِصْبَعٍ وَالشَّجَرَ عَلَى إِصْبَعٍ وَالْمَاءَ وَالثَّرَى عَلَى إِصْبَعٍ وَسَائِرَ الْخَلاَئِقِ عَلَى إِصْبَعٍ فَيَقُولُ أَنَا الْمَلِكُ فَضَحِكَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ تَصْدِيقًا لِقَوْلِ الْحَبْرِ ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
b.      Berita Israiliyyat yang berhubungan dengan Hukum
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رضى الله عنهما أَنَّهُ قَالَ إِنَّ الْيَهُودَ جَاءُوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَذَكَرُوا لَهُ أَنَّ رَجُلاً مِنْهُمْ وَامْرَأَةً زَنَيَا فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَا تَجِدُونَ فِى التَّوْرَاةِ فِى شَأْنِ الرَّجْمِ فَقَالُوا نَفْضَحُهُمْ وَيُجْلَدُونَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلاَمٍ كَذَبْتُمْ إِنَّ فِيهَا الرَّجْمَ فَأَتَوْا بِالتَّوْرَاةِ فَنَشَرُوهَا فَوَضَعَ أَحَدُهُمْ يَدَهُ عَلَى آيَةِ الرَّجْمِ فَقَرَأَ مَا قَبْلَهَا وَمَا بَعْدَهَا فَقَالَ لَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلاَمٍ ارْفَعْ يَدَكَ فَرَفَعَ يَدَهُ فَإِذَا فِيهَا آيَةُ الرَّجْمِ قَالُوا صَدَقَ يَا مُحَمَّدُ فِيهَا آيَةُ الرَّجْمِ فَأَمَرَ بِهِمَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَرُجِمَا فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يَحْنِى عَلَى الْمَرْأَةِ يَقِيهَا الْحِجَارَةَ
c.       Berita Israiliyyat yang mengandung unsur nasehat dan penjelasan sebagian perkara juz'i yang tidak ada hubungannya dengan 'aqidah dan hukum
Adapun contoh dari jenis ketiga ini sebagaimana yang di sampaikan oleh sebagian mufassir diantaranya Muqatil ibn Sulaiman ketika menjelaskan Firman Allah Ta'ala:
وَإِنِّي مُرْسِلَةٌ إِلَيْهِمْ بِهَدِيَّةٍ فَنَاظِرَةٌ بِمَ يَرْجِعُ الْمُرْسَلُونَ
3.      Klasifikasi Menurut kesesuaian dan kontradiktif dengan syari'at Islam
a.       Berita Israiliyyat yang sesuai dengan syari'at islam:
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang bersumber dari Fatimah binti Qais, yang mana ia adalah termasuk kedalam golongan wanita pertama yang berhijrah, ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda setelah mengumpulkan seluruh para sahabat:
قَالَ إِنِّى وَاللَّهِ مَا جَمَعْتُكُمْ لِرَغْبَةٍ وَلاَ لِرَهْبَةٍ وَلَكِنْ جَمَعْتُكُمْ لأَنَّ تَمِيمًا الدَّارِىَّ كَانَ رَجُلاً نَصْرَانِيًّا فَجَاءَ فَبَايَعَ وَأَسْلَمَ وَحَدَّثَنِى حَدِيثًا وَافَقَ الَّذِى كُنْتُ أُحَدِّثُكُمْ عَنْ مَسِيحِ الدَّجَّالِ...الخ

b.      Berita Israiliyyat yang bertentangan dengan syari'at islam
c.       Berita Israiliyyat yang maskut 'anhu/tidak ada dalam syariat yang menjadi pembenaran ataupun penolakan[7]
F.     Legalitas Periwayatan Israiliyyat
Melihat nash yang membicarakan tentang hukum periwayatan israiliyat, maka akan nampak secara kasat mata ada kontradiksi antara satu nash dengan yang lainya, disatu sisi secara tegas melarang, namun di sisi yang lainnya ada satu kelonggaran dalam periwayatnnya, penulis mencoba menguraikan permasalahan tersebut sebagai berikut:
a.       Nash yang menunjukan larangan dalam meriwayatkan Israiliyyat
§  Dalil Al-Quran:
1.      مِنَ الَّذِينَ هَادُوا يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ[8]
2.      يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ كَثِيرًا مِمَّا كُنْتُمْ تُخْفُونَ مِنَ الْكِتَابِ[9]
3.      وَمِنَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَى أَخَذْنَا مِيثَاقَهُمْ فَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ[10]
§  Dalil Hadis:
Hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Hajar dalam Fathul Bari yang bersumber dari Ibn Mas'ud dengan isnad hasan:
لا تسالوا أهل الكتاب فإنهم لن يهدوكم وقد أضلوا أنفسهم, فتكذبوا بحق أو تصدقوا بباطل
b.      Nash yang membolehkan periwayatan israiliyyat
§  Dalil Al-Quran:
1.      سَلْ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَمْ آتَيْنَاهُمْ مِنْ آيَةٍ بَيِّنَةٍ[11]
2.      فَإِنْ كُنْتَ فِي شَكٍّ مِمَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ فَاسْأَلِ الَّذِينَ يَقْرَءُونَ الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكَ[12]
3.      وَاسْأَلْ مَنْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رُسُلِنَا أَجَعَلْنَا مِنْ دُونِ الرَّحْمَنِ آلِهَةً يُعْبَدُونَ[13]
§  Dalil Hadis:
بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِى إِسْرَائِيلَ وَلاَ حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Dari kedua nash diatas bisa diambil jalan tengah melalui penjelasan hadis Ibn 'Umar bahwa maksud dari sabda Rasulullah saw (وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِى إِسْرَائِيلَ وَلاَ حَرَجَ) merupakan anjuran dari Rasulullah untuk meriwayatkan berita yang datang dari Ahlul Kitab bagi siapa yang secara pasti mengetahui kebenaran berita tersebut dengan Al-Quran dan hadis sahih.
Dan keliru bagi siapa yang memaknai hadis tersebut bahwa Rasulullah Saw menganjurkan untuk meriwayatkan berita dari Ahlul Kitab tentang segala sesuatu tanpa memperhatikan kebenaran ataupun kebatilannya. Karena Rasulullah Saw sendiri dengan tegas mengecam bagi siapa saja yang meriwayatkan sebuah hadis dengan dalih berdusta kepada baginda besar Muhammad Saw.
Dengan pembagian israiliyyat kedalam tiga klasifikasi yang sudah penulis paparkan dalam pembahasan sebelumnya, maka hukum periwayatannyapun mengacu kepada pembagian sebagai berikut:
1.      Israiliyyat yang sesuai dengan syariat maka itu diterima dan dibolehkan periwayatannya
2.      Israiliyyat yang bertentangan dengan syariat maka itu ditolak dan tidak ada toleransi dalam periwayatanya
3.      Adapun bagian ketiga yaitu israiliyyat yang tidak ada pembenaran atapun penolakan dari syariat maka jalan terbaik yaitu tawaquf (berdiam diri tidak membenarkan dan juga tidak mendustakan), hal ini sesuai dengan sabda Nabi Saw:
لاَ تُصَدِّقُوا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلاَ تُكَذِّبُوهُمْ
Adapun hukum periwayatannya sebagian ulama seperti Ibn Taimiyyah membolehkannya, disandarkan kepada hadis Nabi Saw:
وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِى إِسْرَائِيلَ وَلاَ حَرَجَ[14]
G.    Para Perawi Masyhur Dalam Periwayatan Israiliyyat
Jika membuka kembali lembaran-lembaran karya ulama baik berupa tafsir maupun syarah hadis maka akan bermunculan tokoh-tokoh yang yang familiar dikalangan umat islam yang berperan dalam meriwayatkan israiliyyat baik dari kalangan para sahabat, tabi'in ataupun tabi' at-tabi'in.
a.       Golongan Sahabat
Para sahabat yang dinilai banyak meriwayatkan israiliyyat ada lima:
1.      'Abdulullah ibn 'Abbas
2.      Abu Hurairah
3.      'Abdullah ibn 'Umar ibn Al-'Ash
4.      'Abdullah ibn Salam
5.      Tamim Ad-Dari
b.      Golongan Tabi'in
Pada masa tabi'in terjadi penyebaran islam secara besar-besaran sehingga risalah islam menyebar dari barat ketimur. Diantaranya banyaknya orang yang masuk islam dari golongan Ahlul Kitab yang mengetahui tentang ajaran agama sebelumnya sehingga memberikan usaha kepada mereka untuk menjelaskan sebagian Al-Quran yang bersifat global dengan apa yang mereka ketahui.
Adapun dari golongan tabi'in yang terkenal dalam periwayatan israiliyyat adalah dua orang yang sebelum masuk islam merupakan para rahib Yahudi yaitu:
1.      Ka'ab Al-Ahbar
2.      Wahb ibn Munabbih
c.       Golongan Tabi' At-Tabi'in
Pada masa ini terjadi gelombang periwayatan israiliyyat secara besar-besaran yang tidak terjadi sebelumnya, hal ini disebabkan karena para perawi menyepelekan dampak dari periwayatan israiliyyat tersebut tanpa memperhatikan batasanya.
Adapun para perawi yang dinilai masyhur dari kalangan ini adalah:
1.      Muhammad ibn As-Saib Al-Kalbi
2.      'Abdul Malik Ibn 'Abdul 'Aziz ibn Juraij
3.      Muqatil ibn Sulaiman
4.      Muhammad ibn Marwan As-Sudi[15]
H.    Bahayanya Penyebaran Israiliyyat Dalam Islam
Para ulama berusaha dengan sukuat tenaga untuk menjaga kemurnian ajaran islam dari khurafat, hayalan dan berbagai berita fiktif yang menyusup kedalam sendi-sendi sumber syari'at islam, sebagaimana israiliyyat ini menyusup kedalam penafsiran Al-Quran begitupun ajaran fasid ini menembus sumber ajaran kedua yaitu Al-Hadis dengan berbagai cara.
Begitu bahanya gelombang penyebaran israiliyyat ini karena bisa berdampak terhadap keutuhan aqidah dan ibadah seorang muslim dalam pengamalan segala bentuk syariat yang berlaku dalam islam. Dampak paling besar ketika israiliyyat ini dijadikan hujjah dalam beragama akan berakibat kepada penyelewengan syariat yang mengantarkannya kedalam jurang kesesatan dan menjauh dari hidayah Al-Quran.
Adapun bahaya akan penyebaran israiliyyat yang bisa berdampak terhadap aspek kehidupan seorang muslim dalam beragama, para ulama memberikan penjelasan sebagai berikut:
1.      Riwayat Israiliyyat menggiring aqidah seorang muslim kepada penyimpangan dan kesesatan; sehingga bisa merusak keyakinannya kepada Allah dan rasulnya.
2.      Riwayat israiliyyat dapat memicu manusia menjauh dari islam, karena israiliyyat mengandung berbagai unsur khurafat sehingga menimbulkan keraguan atas kemurnian ajaran islam.
3.      Terkontaminasinya ajaran islam dengan riwayat israiliyyat membuat kaum muslimin terjauh dari petunjuk Al-Quran yang sebenarnya. Sehingga kemurnian ajaranya tidak bisa diamalkan secara kaffah.
4.      Riwayat Israiliyyat membuat keraguan umat islam kepada integritas para ulama salaf as-saleh; karena riwayat tersebut pada hakikatnya merupakan berita bohong dan penuh kebatilan, namun dengan tujuan agar berita tersebut bisa diterima dalam komunitas islam maka riwayat tersebut di nisbatkan kepada para ulama yang secara prinsip tidak tahu menahu akan kebenarannya.
I.       Realitas Israiliyyat dalam Hadis
Jika diteliti lebih dalam bahwa dalam kitab-kitab hadis terdapat banyak sekali hadis yang bersumber dari Rasulullah Saw dengan sanad yang sahih, bercerita tentang bani israil. Diantaranya:
1.      Hadis yang menjadi penjelas dari apa yang terdapat dalam Al-Quran. seperti hadis yang menjelaskan tentang surat Al-Baqarah ayat 85:
وَإِذْ قُلْنَا ادْخُلُوا هَذِهِ الْقَرْيَةَ فَكُلُوا مِنْهَا حَيْثُ شِئْتُمْ رَغَدًا وَادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ وَسَنَزِيدُ الْمُحْسِنِينَ
Dimana Imam Bukhari meriwayatkan dalam sahihnya dari Abu Hurairah tentang penjelas dari ayat tersebut, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
قِيلَ لِبَنِى إِسْرَائِيلَ ادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ فَدَخَلُوا يَزْحَفُونَ عَلَى أَسْتَاهِهِمْ فَبَدَّلُوا وَقَالُوا حِطَّةٌ حَبَّةٌ فِى شَعَرَةٍ
2.      Hadis yang mengadung cerita dan pelajaran yang bermaksud sebagai targhib wa tarahib (motifasi dan peringatan). Contohnya apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah menceritakan seorang hamba shaleh yang bernama Juraij:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ رَجُلٌ فِى بَنِى إِسْرَائِيلَ يُقَالُ لَهُ جُرَيْجٌ يُصَلِّى فَجَاءَتْهُ أُمُّهُ فَدَعَتْهُ فَأَبَى أَنْ يُجِيبَهَا فَقَالَ أُجِيبُهَا أَوْ أُصَلِّى ثُمَّ أَتَتْهُ فَقَالَتِ اللَّهُمَّ لاَ تُمِتْهُ حَتَّى تُرِيَهُ الْمُومِسَاتِ وَكَانَ جُرَيْجٌ فِى صَوْمَعَتِهِ فَقَالَتِ امْرَأَةٌ لأَفْتِنَنَّ جُرَيْجًا فَتَعَرَّضَتْ لَهُ فَكَلَّمَتْهُ فَأَبَى فَأَتَتْ رَاعِيًا فَأَمْكَنَتْهُ مِنْ نَفْسِهَا فَوَلَدَتْ غُلاَمًا فَقَالَتْ هُوَ مِنْ جُرَيْجٍ فَأَتَوْهُ وَكَسَرُوا صَوْمَعَتَهُ فَأَنْزَلُوهُ وَسَبُّوهُ فَتَوَضَّأَ وَصَلَّى ثُمَّ أَتَى الْغُلاَمَ فَقَالَ مَنْ أَبُوكَ يَا غُلاَمُ قَالَ الرَّاعِى قَالُوا
Hadis diatas berbicara tentang kondisi Bani Israil yang bersumber dari Rasulullah Saw bertujuan untuk memberikan nasihat dan pelajaran bagi kaum muslimin, hadis ini memiliki validitas sehingga dapat diterima dan dijadikan pegangan bagi seorang muslim.
Akan tetapi tidak dipungkiri, bahwa didalam kitab-kitab hadis bahkan dalam kitab tafsir juga sangat banyak memuat beragam riwayat israiliyat yang disandarkan kepada Rasulullah Saw yang tidak memiliki kepastian kebenarannya. Dan pelaku kemungkaran dalam menyusupkan riwayat batil tersebut adalah kaum zindik dan pendongeng yang tidak mempunyai kredibilitas personal; menjadi tokoh utama dalam penyebaran riwayat ini dan sangat berperan dalam menghancurkan ajaran Islam.[16]
J.      Penutup
Hadis menjadi sumber kedua setelah Al-Quran dan mempunyai peranan penting dalam membangun konstruksi syariat. Begitupun fungsi fitalnya sebagai penjelas dari Al-Quran membuat posisi nya tidak bisa dipandang sebelah mata, sehingga perhatian para ulama untuknya begitu besar dalam menjaga kelestarian kemurniannya. Usaha yang dilakukan disetiap zaman terus terwujud dengan berbagai cara, dari penyaringan sampai pembersihan disetiap bagianya.
Ketika hadis berkembang pada periode awal perhatian kaum muslimin akan hadis tidak terlalu kritis, karena kaum muslimin pada waktu itu belum terjadi benturan baik antar personal maupun antar golongan. Namun kondisi tersebut berubah ketika terjadi fitnah al-kubra dengan terbunuhnya khalifah ketiga yaitu Utsman ibn Affan, sehingga ummat islam lebih waspada dalam menerima berita, cerita ataupun kisah yang disandarkan langsung kepada Rasulullah Saw.
Filterisasi ini terus berlanjut hingga masa tabi'in sehingga para ulama salaf membuat aturan main dalam meriwayatkan hadis yang bersumber dari Rasulullah Saw. Karena kekhawatiran terjadinya asimilasi pemikiran dan ajaran yang datang dari pemeluk agama samawi (ahulul kitab) yang masuk kedalam islam. Proses ini yang akhirnya menghasilkan berbagai produk dalam disiplin ilmu hadis; jarh wa at-ta'dil, naqd al-hadis, tarikh ruwat, rijal al-hadis dan tawarikh mutun yang konsen dalam mengcover serangan musuh islam yang berusaha menghancurkan islam dengan menyusupkan racun kedalam tubuh Islam.
Dengan melihat fakta tersebut, sudah seharusnya setiap muslim menjaga keutuhan dan kesucian aqidah dan ibadah nya dari berbagai ajaran yang belum jelas hakikatnya. Kehati-hatian dalam menerima segala petuah dan berita yang tertulis dalam lembaran karya para ulama (baik dalam tafsir maupun kitab-kitab hadis) dari berbagai penyimpangan. Sehingga dengan kehati-hatian tersebut bisa mengantarkan seorang muslim kepada kesempurnaan dalam pengamalan syariat secara benar dan terjauh dari kesesatan.

Daftar Pustaka
Jamal Mustafa 'Abdul Hamid, Ushul Ad-Dakhil fi At-Tafsir Ai At-Tanjil, (Cairo: Dar Al-Handasah, cet. 4, 2009)
Ramzi Na'Na'ah, Al-Israiliyyat wa Atsaruha fi Kutub At-Tafsir, (Damaskus: Dar Al-Qalam, cet. 1, 1970)
Muhammad Husain Adz-Dzahabi, Al-Israiliyyat fi At-Tafsir wa Al-Hadis, (Cairo: Maktabah Wahbah)
Ibrahim 'Abdurrahman Khalifah, Ad-Dakhil fi At-Tafsir, (Cairo: Universitas Al-Azhar)
Software:
Mausu'ah Al-Hadits Asy-Syarif, Jam'iyyah Al-Maknaz Al-Islami
Al-Maktabah Asy-Syamilah












[1] Ibrahim Abdurrahman Khalifah, Ad-Dakhil fi At-Tafsir, (Cairo: Universitas Al-Azhar), hlm. 34
[2] Ramzi Na'Na'ah, Al-Israiliyyat wa Atsaruha fi Kutub At-Tafsir, (Damaskus: Dar Al-Qalam, cet. 1, 1970), hlm. 72.
[3] Lihat: QS Al-Baqarah:40
[4] Muhammad Husain Adz-Dzahabi, Al-Israiliyyat fi At-Tafsir wa Al-Hadis, (Cairo: Maktabah Wahbah), hlm. 13.
[5] Ramzi Na'Na'ah, op, cit., hlm. 74
[6] Jamal Mustafa 'Abdul Hamid, op, cit., hlm. 50-61
[7] Ramzi Na'Na'ah, op, cit., hlm. 76-85
[8] QS An-Nisa: 46
[9] QS: Al-Maidah: 15
[10] QS: Al-Maidah: 14
[11] QS: Al-Baqarah: 211
[12] QS: Yunus: 94
[13] QS: Zukhruf: 45
[14] Jamal Mustafa 'Abdul Hamid, op, cit., hlm. 81-88
[15] Ibid, hlm. 91-146
[16] Ramzi Na'Na'ah, op, cit., hlm. 199-201

STAI ALMAARIF CIAMIS

STAI ALMAARIF CIAMIS

GALERI WISUDA KAMPUS