Oleh:
Lilis Kholisoh
Dosen STAI Al-Ma’arif Ciamis
Prodi Manajemen Pendidikan Islam
A. Latar Belakang
Globalisasi telah menimbulkan kaburnya
batas-batas antar negara, sehingga dunia menjadi terbuka dan transparan, yang
oleh Kenichi Ohmae disebut sebagai “ The
Borderless World, atau disebut “Desa Dunia” oleh Marshall Mc Luhan. Dalam
era glibalisasi ini negara-negara yang
memiliki kemampuan sumber daya manusi yang tinggi, menguasai ilmu pengetahuan
dan teknologi akan dengan mudah menghegemoni negara lain baik dari segi ekonomi
maupun kebudayaan. Globalisasi terjadi
antara lain disebabkan oleh kemajuan IPTEK terutama teknologi informasi yang
semakin hari semakin pesat perkembangannya; sehingga menuntut perubahan
mendasar dalam berbagai bidang kehidupan, ekonomi, politik, sosial dan budaya,
termasuk pendidikan. Akibat globalisasi dan internasionalisasi pendidikan adalah
terjadinya kompetisi yang makin ketat bagi dunia pendidikan. Dengan
globalisasi, institusi pendidikan cenderung dituntut untuk beroperasi sebagai
perusahaan dan dengan budaya korporat. Beberapa faktor di dalam pengelolaan
pendidikan telah mendorong hal ini. Misalnya, biaya pengelolaan pendidikan yang
semakin tinggi, bantuan pemerintah yang
semakin mengecil, dan kompetisi memperoleh calon peserta didik yang semakin
meningkat. Oleh karena itu, para pengelola pendidikan harus berfikir ekonomis
dengan meningkatkan diversifikasi, spesialisasi, pemasaran, dan perencanaan
strategisnya.
Di tengah dunia yang pesat berubah semacam
itu, kepemimpinan adalah salah satu
faktor yang sangat penting dan menentukan arah dan strategis kemana organisasi
pendidikan akan dibawa. Hanya kepemimpinan dan strategi organisasi yang tepat,
yang akan dapat menjawab tantangan, bukan hanya sekedar bertahan tetapi juga
mengembangkan diri.
Dalam kehidupan organisasi, kepemimpinan
memiliki peran yang strategis. Maju atau mundurnya organisasi akan dipengaruhi
oleh kepemimpinan yang dijalankan dalam organisasi tersebut. Bamburg (dalam
Nurdin, 2008:5) menyatakan bahwa:”...many
of the problem that face organization can be traced to the lack of the
leadership’. Artinya banyak masalah yang dihadapi organisasi dapat berasal
dari kelemahan kepemimpinan. bahkan lebih jauh lagi, Deming (Nurdin, 2008:5) menyatakan bahwa:”...85-90% of the problem that an organization
experience are due to the lack of leadership”. Berdasarkan pendapat
tersebut, jelas bahwa sebagian besar permasalahan organisasi disebabakan oleh
lemahanya kepemimpinan.
Seiring
sejalan dengan perkembangan zaman,
kepemimpinan dalam organisasi pendidikan khususnya kepala sekolah, diharapkan
dapat mampu untuk beradaptasi dengan perkembangan yang ada- terlebih yang
bekaitan dengan isu-isu terkini dalam dunia pendidikan di tingkat mikro-
misalnya dengan pemberlakuan Kurikulum Dua Ribu Tiga Belas (Kurtilas), demi
mengembangkan iklim kehidupan sekolah kearah kemajuan yang akan menciptakan
sekolah efektif (effective school)
dengan segala dinamika denyut nadi sekolahnya. Tentu saja untuk mewujudkan hal
tersebut, kepala sekolah harus memiliki berbagai macam unsur yang dapat membantunya,
seperti kepemimpinan yang baik, terukur, dan terencana dengan segala potensi
yang dimiliki oleh figur kepala sekolah. Selain itu, gaya kepemimpinan kepala
sekolah juga harus benar-benar dipahami dan diterapkan dengan benar, sesuai
dengan kondisi yang ada di sekolah.
B. Definisi Kepemimpinan
Secara
umum definisi kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai kemampuan dan kesiapan yang
dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi , mendorong, mengajak,
menuntun, menggerakan, mengarahkan dan kalau perlu memaksa orang atau kelompok
agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat
membantu tercapainya suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Menurut
Stogdill kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan kelompok yang
diorganisir menuju kepada penentuan dan pencapaian tujuan.
Karna
Sobahi yang mengutip pendapat Sarros dan Butchatsky (1996) mengemukakan bahwa kepemimpinan
dapat didefinisikan sebagai suatu
perilaku dengan tujuan tertentu untuk memengaruhi
aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu
dan organisasi.
Kepemimpinan
merupakan sumbangan dari seseorang di dalam situasi-situasi kerjasama.
Kepemimpinan dan kelompok adalah merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan
antara satu dengan yang lain. Tak ada kelompok tanpa adanya kepemimpinan dan
sebaliknya kepemimpinan hanya ada dalam
situasi interaksi kelompok. Seseorang tidak dapat dikatakan pemimpin jika ia
berada di luar kelompok, ia harus berada di dalam suatu kelompok di mana ia
memainkan peranan-peranan dan kegiatan-kegiatan kepemimpinannya. Kepemimpinan pendidikan
merupakan kemampuan untuk menggerakkan pelaksanaan pendidikan, sehingga tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
C.
Teori
Perubahan Organisasi
Perubahan dalam setiap aspek kehidupan manusia pasti akan terjadi, dalam melakukan
proses perubahan organisasi terdapat
banyak teori-teori atau tahapan yang dikembangkan oleh para ahli. Dalam pembahasan
beberapa tema perkuliahan, Teori-teori
tersebut secara esensial memiliki tujuan yang sama bagaimana sebuah
proses perubahan harus dilakukan mulai dari proses design kebutuhan perubahan, implementasi perubahan dan bagaimana
memelihara proses perubahan yang sudah terjadi itu tetap bisa dipertahankan.
Walaupun tahapan proses yang dikembangakan memiliki perbedaan.
1.
Leading
Chage by John P Kotter Kotter
Kotter
merinci kesalahan penyebab kegagalan suatu organisasi dalam melakukan
transformasi sebagai berikut:
a.
Allowing
too much complacency – Membiarkan terlalu puas diri Jika
“sense of urgency” diabaikan dalam perubahan maka perubahan akan gagal,
seperti terlalu cepat puas dengan apa yang telah dikerjakan.
b.
Failing to
create a sufficiently powerful guiding coalition – Gagal
menciptakan koalisi pemandu yang cukup kuatHarus dipastikan bahwa individu yang
memimpin perubahan adalah yang terbaik untuk pekerjaan tersebut.
c.
Underestimating
the power of vision – Meremehkan kekuatan visi Tanpa
visi orang akan bekerja dalam keadaan tanpa mengenal pekerjaannya, perubahan
harus diawali dari dalam ingatan / pikiran individu.
d.
Under
communicating the vision – Komunikasi visi yang buruk Semua
yang terlibat dalam organisasi perlu memahami visi, kegagalan untuk
menyampaikan dapat membuat karyawan berdalih di saat melanggar norma baru dan
nilai organisasi dalam pekerjaannya.
e.
Permitting
obstacles to block the new vision – Membiarkan hambatan menghalangi
visi baru. singkirkan segala sesuatu yang dapat
menghalangi visi. Meskipun seolah dapat dikatakan kita mampu bekerja dengan
halangan tersebut akhirnya terjadi kontradiksi dengan budaya baru yang
diusulkan.
f.
Failing to
create short-term wins – Gagal menciptakan hasil jangka
pendek Menuju pada visi jangka panjang penting tetapi jangan lupa mengenali
kemenangan – kemenangan kecil.
g.
Declaring
victory too soon – Terlalu cepat menyatakan keberhasilan Apakah
peperangan telah dimenangkan atau hanya sekedar pertempuran. Harus dipastikan
untuk selalu mengevaluasi usaha dan apakah akan berlanjut dengan kesuksesan.
h.
Neglecting
to anchor changes firmly in the corporate culture – Lalai
menanamkan perubahan secara kokoh dalam kultur organisasi / perusahaan Harus
dipastikan bahwa kebijakan dan prosedur ada pada tempat untuk melakukan
perubahan jangka panjang yang harus diselesaikan.
2.
The Heart of Change by
John P Kotter
Pola Inti
Perubahan dalam “the Heart of Change:
Lihat, Orang-orang akan
menemukan masalah dalam proses menuju perubahan. Banyak orang berpuas diri,
tidak ada yang membuat strategi yang masuk akal, terlalu banyak dari mereka
hanya menunggu sebelum strategi dicapai. Kemudian, mereka menciptakan situasi
dramatis, menarik, dan menyentuh. Situasi ini membantu yang lain untuk
memvisualisasikan masalah atau solusi untuk masalah yang sedang dihadapi.
Rasakan, Visualisasi yang
terbentuk membangkitkan perasaan untuk memfasilitasi perubahan bermanfaat atau
mengurung perasaan yang menghalangi, Perasaan terdesak, optimisme, atau
keyakinan akan meningkat. Kemarahan , sikap puas diri, atau ketakutan akan berkurang.
Berubah, Perasaan baru akan
mengubah atau menguatkan perilaku baru – terkadang sangat berbeda dari perilaku
sebelumnya. Sikap berpuas diri akan berkurang. Dan berusaha lebih keras untuk
merealisasikan visi yang baik dan tidak berhenti sebelum pekerjaan selesai.
Delapan Langkah Perubahan
Buku The Heart of Change yang ditulis oleh
P Kotter, menyajikan proses Perubahan ke dalam 8 tahapan proses perubahan yang
harus dilakukan. Perubahan yang dilakukan bukan tertuju pada Sistem, Struktur
organisasi melainkan pada Jantungnya perubahan, yaitu” Perasaan Orang-orang”.
Increase
Urgency;
Langkah
pertama dalam usaha perubahan yang berhasil, adalah dengan meyakinkan sejumlah
orang untuk bertibdak ssesuai dengan situasi yang mendesak (sense of urgency)
dalam menghadapi masalah. Pada tahap ini perlu dilakukan untuk senantiasa
memberikan semangat dan dorongan dalam melihat peluang dan masalah yang
dihadapi. Tanpa adanya situasi yang mendesak yang cukup, perubahan dalam skal
besar sangat sulit untuk dicapai. Terlalu banyak rasa puas diri, rasa takut
atau kemarahan, bisa membuyarkan upaya perubahan yang ingin dilakukan.
Build The Guiding Team;
Setelah munculnya
sense of urgency, untuk membantu proses perubahan lebih lanjut adalah dengan
pembentukan tim yang tepat, dimana tim ini berfungsi sebagai tim pemandu
perubahan yang ikut membantu dalam proses perubahan. Dalam membentuk tim
pemandu (Guiding Team) ini,
dibutuhkan orang-orang yang memiliki rasa saling percaya, komitmen kuat dan
kemampuan untuk bekerja sama.
Masalah yang biasanya
terjadi dalam tahapan ini, biasanya mereka yang seharusnya mendorong proses
perubahan tidak melaksanakan tugasnya.
Get The Vision Right;
Dalam melakukan
perubahan skala besar yang berhasil, adalah bagaimana menentukan arah
perubahan. Perubahan Apa yang dibutuhkan? Apa Visi kita untuk organisasi yang
baru? Apa yang tidak perlu diubah? Apa cara terbaik dalam merealisasikan Visi?
Strategi apa yang tidak bisa kita terima karena berbahaya?. Salah satu alasan mengapa
orang-orang pandai tidak membuat perubahan atau membuat perubahan buruk adalah
karena mereka sudah dididik
bahwa “memetakan masa depan” berarti perencanaan dan penganggaran (Planning
and Budgeting). Sebenarnya, saat mengusahakan
perubahan skala besar, perencanaan terbaik sekalipun tidaklah cukup. Yang
dibutuhkan adalah sesuatu yang sangat berbeda.
Communicate for Buy-In;
Dalam proses perubahan
yang berhasil, visi dan strategi tidak disimpan oleh tim pemandu mereka
sendiri. Arah perubahan yang sudah dirumuskan, dikomunikasikan secara luas dan
komunikasi ini dilakukan agar semua orang benar-benar paham dan tertarik untuk
ikut berpartsipasi (Buy-in). Tujuan: Agar sebanyak mungkin orang bekerja untuk
mewujudkan visi menjadi kenyataan. Ada banyak alasan mengapa komunikasi visi
gagal. Alasan paling jelas adalah ketidakjelasan visi. Ketidakjelasan ini
berarti langkah 3 berjalan dengan buruk. Saat kita mengkomunikasikan perubahan
skala besar, tanggapan yang didapat biasanya adalah: “Saya tidak mengerti
mengapa kita harus mengubah begitu banyak hal”, “mereka tidak tahu apa yang
mereka kerjakan”, “Kita tidak akan berhasil melakukannya”, “Apakah orang-orang
ini serius atau ini semua bagian dari permainan rumit yang tidak saya
mengerti?”. Kuncinya
adalah cara pandang: Komunikasi yang baik bukanlah sekedar data transfer.
Diperlukan bagimana kita berkomunikasi menunjukkan kepada orang-orang sesuatu
yang merujuk kepada rasa gelisah mereka, sesuatu yang menerima rasa marah
mereka, sesuatu yang dapat diyakini, dan sesuatu yang membangkitkan keyakinan terhadap
visi.
Empower Action;
Dalam proses
Perubahan yang berhasil, apabila orang-orang mulai memahami dan menidaklanjuti
visi perubahan yang disampaikan. Selanjutnya adalah menyingkirkan rintangan
yang menghalangi usaha mereka.
·
Menyingkirkan Halangan “Bos”
Seringkali
dijumpai, satu-satunya halangan terbesar adalah Manajer langsung atau seseorang
dengan posisi lebih tinggi di hirarki, supervisor atau seorang wakil presiden
direktur eksekutif. Para bawahan memahami visi dan ingin aktif membantu
mewujudkan, tapi mereka secara efektif dihalang-halangi. Dalam kasus-kasus dimana
proses perubahan berhasil dilakukan, orang-orang biasa mulai dengan
mengkonfrontasi permasalahan yang berkembang. Agar adil, mereka menjelaskan
situasi yang terjadi kepada individu yang menciptakan masalah. Apabila dengan
menjelaskan tidak berhasil, dan memang gagal, mereka mencoba solusi yang lebih
kreatif.
·
Menyingkirkan Halangan
“Sistem”
Salah
satu yang melemahkan dalam proses perubahan adalah seperangkat aturan formal
yang biasa kita sebut system. Peraturan-peraturan, dan prosedur-prosedur yang
mengikat tangan karyawan yang ingin membuat visi menjadi kenyataan. Dan yang
paling rumit saat ini adalah evaluasi kinerja dan system penghargaan. Dan
sebaliknya, evaluasi dan penghargaan bisa memberdayakan karyawan dengan
mengidentifikasi dan memberi kompensasi kepada perilaku yang dibutuhkan oleh
visi.
·
Menghilangkan Penghalang
dalam ”Pikiran”
Satu
aturan yang bagus untuk diingat; Jangan pernah meremehkan kekuatan pikiran
untuk melemahkan kita. Dan jangan pernah meremehkan kekuatan orang-orang pandai
dalam membantu orang lain melihat kemungkinan-kemungkinan yang ada, untuk
membantu mereka mengembangkan rasa yakin dan mengubah perilaku mereka.
·
Menghilangkan Halangan
informasi
Informasi
adalah sumber kekuatan, dan kurangnya informasi akan melemahkan. Salah satu
bentuk informasi terhebat adalah tanggapan dari tindakan kita sendiri.
Seringkali kita tidak sadar bagaimana kita menghabiskan waktu, berinteraksi
dengan orang lain, dan bagaimana secara fisik kita bergerak. Kala kita
mendapatkan tanggapan, biasanya datang dari orang lain ini adalah awal dari
sangsi yang akan kita dapat. Akhirnya, kita mendapat hanya sedikit informasi
yang benar-benar valid, atau kita mendapat informasi yang mencurigakan. Akibatnya
kita kesulitan mewujudkan visi.
·
Tidak Melakukan Semuanya
Sekaligus
Ada
banyak alasan mengapa manusia bersikap pengecut, atau tampak bersikap pengecut.
Mungkin alasan umum adalah mereka menahan diri karena halangan yang menghalangi
begitu besar. Mereka menghadapi masalah besar, masalah yang berkenaan dengan
seluruh manajemen menengah, system penghargaan, system informasi dan yang
lainnya. Sehingga perubahan ini terasa berat dan menyesakkan.
Dengan
beragam masalah berat itu dan kompleksnya situasi yang dihadapi, solusinya
sederhana. Jangan melakukan semuanya sekaligus.
Create short-term wins;
Dalam
usaha-usaha yang berjalan dengan sukses, orang-orang diberdayakan dapat
mencapai target-target jangka pendek. Dengan keberhasilan mencapai
target-target jangka pendek akan memperkuat keyakinan akan usaha perubahan yang
sedang dijalankan, memberi insentif emosional kepada mereka yang bekerja keras
dan membangun momentum perubahan. Keberhasilan dalam mencapai target-target
jangka pendek mempunyai peranan sebagai berikut:
o Keberhasilan
Pencapaian Target Jangka Pendek memberikan umpan balik kepada para pemimpin
perubahan mengenai validitas visi dan strategi;
o Keberhasilan
Pencapaian Target Jangka pendek, memberikan dorongan emosional bagi mereka
dalam mencapai visi;
o Keberhasilan
Pencapaian Target Jangka Pendek meningkatkan keyakinan mengenai usaha perubahan
yang sedang dilakukan, dan menarik mereka yang belum aktif;
o Keberhasilan
Pencapain target jangka pendek dapat mengurangi kritik-kritik terhadap
upaya-upaya perubahan.
Don’t Let Up
Keberhasilan
dalam mencapai target-target jangka pendek, usaha perubahan akan memiliki arah
dan momentum. Pada situasi keberhasilan pencapaian target jangka pendek, akan
menjadi momentum yang sudah terbangun untuk mewujudkan visi dengan tetap
menjaga tingginya sense of urgency
dan rendahnya rasa puas diri.
Make Change Stick.
Tradisi
memiliki kekuatan yang besar. Lompatan ke masa depan dapat bergeser kembali ke
masa lalu. Menjaga perubahan agar bersifat tetap dengan membangun kultur
organisasi baru yang mendukung dan cukup kuat. Kultur ini menjaga agar
teknologi revolusioner, organisasi yang bersifat global, strategi inovatif atau
proses-proses bekerja yang lebih efisien untuk membantu anda menjadi pemenang.
o Perubahan
Bisa Bersifat Rapuh
Perubahan
yang berhasil, bersifat lebih rapuh dari yang kita bayangkan. Menjaga sesuatu
agar tidak kembali ke kondisi awal bisa membawa kesulitan. Dimana hal ini bisa
terjadi di semua fase kehidupan. Dan jika tantangan ini tidak bisa diatasi
dengan baik di akhir proses perubahan skala besar, semuanya akan sia-sia.
o Orientasi
Karyawan Baru
Pergantian karyawan bisa sangat
mengganggu. Ketika orang-orang yang memperkenalkan kultur harus pergi, kultur
baru itu bisa ikut pergi bersama mereka. Ketika orang-orang baru masuk ke
sebuah organisasi, mereka membawa kultur yang berbeda.
o
Proses promosi
Cara lain yang bisa menguatkan kultur yang
rapuh adalah melalui proses promosi. Promosi yang tepat membuat orang-orang
yang merupakan refleksi dari norma baru menjadi lebih berpengaruh, yang pada
gilirannya akan memperkuat norma-norma baru tersebut. Dengan menempatkan
orang-orang yang sudah dapat menyerap kultur baru pada posisi-posisi yang
penting, telah menciptakan fondasi yang akan terus bertambah solid dan stabil.
3. Theory
and Practice of Change Management by John Hayes
Menurut
John Hayes, dalam melakukan proses perubahan terdapat enam langkah yang harus
dilakukan, yaitu:
a. Mengenali. Permulaan proses adalah
mengenali bahwa peristiwa luar atau situasi dari dalam mengharuskan terjadinya
perubahan.
b. Memulai proses perubahan. Permulaan proses perubahan termasuk
menerjemahkan perlunya perubahan kedalam keinginan untuk perubahan, memutuskan
siapakah yang ingin menangani perubahan.
c. Diagnosa, Proses diagnosa melibatkan dua
elemen: 1. Melihat kembali keadaan saat ini. 2. Mengidentifikasikan keadaan masa depan.
d. Menyiapkan dan merencanakan
implementasi. Analisa detil mengenai
keadaan masa depan dan masa sekarang akan menuntun pada identifikasi daftar
panjang hal-hal yang akan perlu dilakukan agar dapat membuat perubahan yang
diajukan menjadi kenyataan.
e.
Mengimplementasikan perubahan. Apapun yang telah direncanakan sekarang
perlu diimplementasikan dan memfokuskan perubahan dari rencana ke tindakan.
f.
Review memonitoring dan melihat kembali kemajuan yang telah dicapai
berdasarkan ukuran-ukuran dan tahapan yg telah ditetapkan untuk memantapkan
perubahan, sebagaimana tahapan refreezing pada model Lewin.
4. The
Cycle Change by Ann Salerno & Lili Brock
Menurut Ann Salerno &
Lili Brock dalam Bukunya The Cycle Change terdapat enam langkah dalam melakukan
perubahan; Yaitu:
a. Melakukan
Perubahan kelemahan menjadi kekuatan;
b. Merubah
Keraguan menjadi kenyataan;
c. Meninggalkan
ketidaknyamanan untuk menimbulakan motivasi;
d. Merubah
temuan menjadi cara pandang;
e. Pemahaman
atas azas manfaat; dan
f. Membangun
sinergitas
D. Kepemimpinan Kepala Sekolah di Era Perubahan
Secara sederhana kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai
seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah
dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat terjadinya
interaksi anatar guru yang memberi pelajaran dan siswa yang menerima pelajaran.
Istilah peran, dipinjam dari panggung sandiwara untuk mencoba
menjelaskan apa saja yang bisa dimainkan oleh seorang aktor. Peran sebagai
suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu karakteristik
(posisi) dalam struktur sosial. Kepala sekolah adalah seperti aktor panggung
teater, ia bisa memainkan peranannya sebagai kewajiban yang tidak boleh tidak
harus dimainkan.
Dengan demikian secara sederhana peran kepala sekolah dapat
didefinisikan sebagai : “seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk
memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, tempat
dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang
menerima pelajaran”. Wahjusumidjo (Sobahi, 2010:209)
Kata “memimpin” dari rumusan tersebut mengandung makna luas, yaitu
: “kemampuan untuk mengkoordinasikan dan menggerakkan segala sumber (guru, staff,
karyawan dan tenaga kependidikan ) yang ada pada suatu lembaga sekolah sehingga
dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
1.
Landasan Yuridis
Dalam pasal 38 peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, telah ditetapkan kriteria untuk diangkat sebagai
seorang kepala sekolah ( dari TK sampai SMA termasuk madrasah). Kriteria itu
antara lain berstatus sebagai guru dengan pengalamn kerja yang cukup, memiliki
kualifikasi akademik dan kompetisi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan
perundang-undangan ynag berlaku, dan memiliki kemampuan kepemimpinan,
pengelolaan, dan kewirausahaan dibidang pendidikan. Dengan demikian, kepala
sekolah harus kompeten sebagai agen pembelajaran, pemimpin, manajer, dan
wirausahawan di sekolahnya. Kepala sekolah dengan kualifikasi dan kompetensi
itu diharapkan dapat mengemban amanahnya secara profesional. PP tersebut tidak
merinci kriteria tersebut kedalam perilaku yang dapat diamati, sehingga belum
dapat dipakai sebagai sarana untuk mengukur tingkat kompetensi kepala sekolah.
Sarana pengukuran ini penting dalam upaya untuk menyiapkan, menyeleksi,
dan/atau mengembangkan kepala sekolah. Sesuai dengan amanat yang ditetapkan
dalam pasal 38 ayat (5), badan standar nasional pendidikan telah mengembangkan
standar tersebut yang kemudian diterbitkan Menteri Pendidikan Nasional melalui
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional ( Permendiknas) nomor 13 tahun 2007
tentang standar kepala sekolah/ madarasah tertanggal 17 april 2007.
Dalam pasal 1 ayat 1 permendiknas tersebut ditetapkan bahwa untuk
diangkat sebagai kepala sekolah (termasuk madrasah), seseorang wajib memenuhi
standar kepala sekolah yang berlaku nasional. Lampiran Permendiknas tersebut
pada intinya terdapat dua hal, yaitu kualifikasi dan kompetensi kepala sekolah.
Kualifikasi kepala sekolah terdiri atas kualifikasi khusus dan kualifikasi umum
dan kualifikasi khusus, sedangkan kompetensi kepala sekolah terdiri atas lima
dimensi, yaitu kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial.
2. Peran dan Tanggung Jawab
Kepala Sekolah
Dari sudut pandang manajemen mutu pendidikan, kepemimpinan
pendidikan yang direfleksikan oleh kepala sekolah mempunyai peran dan
kepedulian terhadap usaha-usaha peningkatan mutu pendidikan di satuan pendidikan
yang dipimpinnya. Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan diperlukan upaya
optimalisasi terhadap semua komponen, pelaksana, dan kegiatan pendidikan. Salah
satu paling penting yang harus dilakukan adalah melalui optimalisasi peran
kepala sekolah.
Kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan yang mempunyai peranan
sangat besar dalam mengembangkan mutu pendidikan di sekolah. Berkembangnya
semangat kerja, kerjasama yang harmonis, minat terhadap perkembangan
pendidikan, suasana kerja yang kondusif dan menyenangkan, perkembangan mutu
profesional diantara para guru banyak ditentukan kualitas kepemimpinan kepala
sekolah. Dalam satuan pendidikan, kepala sekolah menduduki dua jabatan penting
untuk bisa menjamin kelangsungan proses pendidikan sebagaimana yang telah digariskan
oleh perundang-undangan. Pertama, kepala sekolah adalah pengelola
pendidikan di sekolah secara keseluruhan. Kedua, kepala sekolah adalah
pemimpin formal pendidikan di sekolahnya. Sebagai pengelola pendidikan, berarti
kepala sekolah bertanggung jawab terhadap keberhasilan penyelenggaraan kegiatan
pendidikan dengan cara melaksanakan administrasi sekolah dengan seluruh
substansinya. Disamping itu kepala sekolah bertanggungjawab terhadap kualitas
sumber daya manusia yang ada agar mereka mampu menjalankan tugas-tugas
pendidikan. Oleh karena itu sebagai pengelola, kepala sekolah memiliki tugas
untuk mengembangkan kinerja para personal (terutama para guru) ke arah
profesionalisme yang diharapkan.
Sebagai pemimpin formal, kepala sekolah bertanggungjawab atas
tercapainya tujuan pendidikan melalui upaya menggerakkan para bawahan ke arah
pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini kepala
sekolah bertugas melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, baik fungsi yang
berhubungan dengan pencapaian tujuan pendidikan maupun penciptaan iklim sekolah
yang kondusif bagi terlaksananya proses belajar mengajar secara efektif dan
efisien.
Tanggungjawab seorang pemimpin harus dibuktikan bahwa kapan saja
dia harus siap untuk melaksanakan tugas. Dia harus tetap siaga bila ada
perintah dari yang lebih atas. Untuk itu, dia harus seorang pekerja keras (hard
worker), berdedikasi (dedicated employer), dan seorang saudagar
(memiliki seribu akal).
Dalam persepektif kebijakan pendidikan nasional (depdiknas, 2006),
terdapat tujuh peran kepala sekolah yaitu yaitu, sebagai : (1) edukator
(pendidik); (2) manajer; (3) administrator; (4) supervisor; (5) leader
(pemimpin); (6) pencipta iklim kerja; (7) wirausahawan;.
Merujuk kepada tujuh peran kepala sekolah sebagaimana disampaikan
oleh Depdiknas di atas, dibawah ini akan diuraikan peran kepala sekolah dalam
suatu lembaga pendidikan.
1. Kepala Sekolah
Sebagai Edukator (Pendidik)
Kepala sekolah sebagai edukator harus memiliki strategi yang tepat
untuk meningkatkan profesionalisme tenaga pendidik di sekolahnya, menciptakan
iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasehat kepada warga sekolah,
memberikan dorongan kepada seluruh tenaga pendidik serta melaksanakan model
pembelajaran yang menarik. Kepala sekolah harus berusaha menanamkan, memajukan
dan meningkatkan sedikitnya 4 macam nilai, yaitu pembinaan mental, moral, fisik
dan artistik.
Pembinaan mental adalah membina para tenaga pendidik tentang sikap
batin dan watak. Pembinaan moral adalah pembinaan tentang perbuatan baik dan
buruk, sikap dan kewajiban sesuai dengan tugas masing-masing.
Pembinaan fisik adalah pembinaan jasmani, kesehatan dan
penampilan, sedangkan pembinaan artistik adalah pembinaan tentang kepekaan
terhadap seni dan keindahan.
Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan
dan guru merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum di sekolah, kepala
sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap pengembangan
kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya tentu akan sangat
memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan
senantiasa berusaha memfalisitasi dan mendorong agar para guru dapat secara
terus menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar
dapat berjalan efektif dan efisien.
2. Kepala Sekolah Sebagai
Manajer
Tugas manajer adalah merencanakan, mengorganisasikan, mengatur,
mengkoordinasikan dan mengendalikan dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Manajer adalah orang yang melakukan sesuatu secara benar (people
who do things right). Dengan demikian, kepala sekolah harus mampu
merencanakan dan mengatur serta mengendalikan semua program yang telah
disepakati bersama. Dalam mengelola tenaga pendidikan, salah satu tugas penting
yang harus dilakukan kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan
dan pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini kepala sekolah seyogyanya
dapat memfasilitasi dan memberikan kesempatan yang luas kepada guru untuk
melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan pendidikan
dan pelatihan.
3. Kepala Sekolah Sebagai Administrator
Kepala sekolah sebagai administrator sangat diperlukan karena
kegiatan di sekolah tidak terlepas dari pengelolaan administrasi yang bersifat
pencatatan dan pendokumentasian seluruh program sekolah. Kepala sekolah
dituntut memahami dan mengelola kurikulum, administrasi peserta didik,
administrasi sarana dan prasarana, dan administrasi kearsipan. Kegiatan
tersebut perlu dilakukan secara efektif agar administrasi sekolah dapat tertata
dan terlaksana dengan baik. Kemampuan kepala sekolah sebagai administrator
harus diwujudkan dalam penyusunan kelengkapan data administrasi pembelajaran,
bimbingan dan konseling, kegiatan praktikum, kegiatan di perpustakaan, data
administrasi peserta didik, guru, pegawai TU, penjaga sekolah, teknisi dan
pustakawan, kegiatan ekstrakurikuler, data administrasi hubungan sekolah dengan
orang tua murid, data administrasi gedung dan ruang dan surat menyurat.
Kepala sekolah sebagai administrator dalam hal ini juga berkenaan
dengan keuangan, bahwa untuk tercapainya peningkatan kompetensi guru tidak
lepas dari faktor biaya. Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran
peningkatan kompetensi guru tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat
kompetensi para gurunya.
4. Kepala Sekolah Sebagai
Supervisor
Sebagai supervisor, kepala sekolah berfungsi untuk membimbing,
membantu dan mengarahkan tenaga pendidik untuk menghargai dan melaksanakan
prosedur-prosedur pendidikan guna menunjang kemajuan pendidikan. Kepala sekolah
juga harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk
meningkatkan kinerja tenaga pendidik. Hal ini dilakukan sebagai tindakan
preventif untuk mencegah agar para tenaga pendidik tidak melakukan penyimpangan
dan lebih hati-hati dalam melaksanakan tugasnya.
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran,
secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat
dilakukan meliputi kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran
secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang
digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Dari hasil
supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam
melaksanakan pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi guru yang
bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut
tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus
mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran. Jones dkk.
sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukakan bahwa “
menghadapi kurikulum yang berisi perubahan- perubahan yang cukup besar dalam
tujuan, isi, metode dan evaluasi pengajarannya, sudah sewajarnya kalau para
guru mengharapkan saran dan bimbingan dari kepala sekolah mereka”. Dari
ungkapan ini, mengandung makna bahwa kepala sekolah harus betul-betul menguasai
tentang kurikulum sekolah.
5. Kepala sekolah sebagai leader (pemimpin)
Dalam teori kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua gaya
kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan
yang berorientasi pada manusia. Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru,
seorang kepala sekolah dapat menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut secara
tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada.
6. Kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja
Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap guru
lebih termotivasi untuk menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai
usaha untuk meningkatkan kompetensinya. Oleh karena itu, dalam upaya
menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif, kepala sekolah hendaknya
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : (1) para guru akan bekerja
lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan, (2)
tujuan kegiatan perlu disusun dengan dengan jelas dan diinformasikan kepada
para guru sehingga mereka mengetahui tujuan dia bekerja, para guru juga dapat
dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut, (3) para guru harus selalu
diberitahu tentang dari setiap pekerjaannya, (4) pemberian hadiah lebih baik
dari hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan, (5) usahakan untuk
memenuhi kebutuhan sosio-psiko-fisik guru, sehingga memperoleh kepuasan.
7. Kepala sekolah sebagai wirausahawan (entrepreneur)
Dalam menerapkan prinsip-prinsip kewirausaan dihubungkan dengan
peningkatan kompetensi guru, maka kepala sekolah seyogyanya dapat menciptakan
pembaharuan, keunggulan komparatif, serta memanfaatkan berbagai peluang. Kepala
sekolah dengan sikap kewirauhasaan yang kuat akan berani melakukan
perubahan-perubahan yang inovatif di sekolahnya, termasuk perubahan dalam
hal-hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran siswa beserta kompetensi
gurunya. Kepala sekolah sebagai wirausahawan harus mampu mencari, menemukan dan
melaksanakan berbagai pembaharuan yang innovatif dengan menggunakan strategi
yang tepat, sehingga terjalin hubungan yang harmonis antara kepala sekolah,
staf, tenaga pendidik dan peserta didik, di samping itu juga agar pendidikan
yang ada menjadi semakin baik.
E.
Peran Kepala Sekolah dalam Mengorganisasikan Pembelajaran
Senge (Nurdin,2008:9) menyatakan bahwa dalam mengorganisasikan
pembelajaran pekerjaan baru pemimpin harus meliputi komitmen:
- Menjadi
arsitek organisasi (being the
organization’s architect)
Dalam konteks peran pemimpin sebagai desainer ( perancang)
organisasi pembelajaran, kepala sekolah harus melaksanakan beberapa hal
berikut;
a. Mendesain tujuan, visi dan sistem nilai yang diinginkan oleh
seluruh warga sekolah
b. Mendesain kebijakan, strategi dan struktur yang menterjemahkan
tujuan, visi dan sistem nilai sekolah.
c. Mendesaian proses pembelajaran yang efektif.
d. Mengembangkan gagasan penuntun guna mencapai tujuan, visi dan
sistem nilai sekolah.
e. Mengembangkan metode, teori dan alat guna mencapai tujuan visi dan
sistem nilai sekolah.
f. Mengembangkan inovasi dalam infrastruktur yang memberikan peluang
dan sumber daya kepada warga sekolah untuk menerapkan inovasi dan mewujudkan
visi sekolah.
g. Memiliki pandangan bahwa keseluruhan bagian di sekolah berkinerja
membentuk satu kesatuan yang utuh.
h. Mengintegerasikan visi, sistem nilai, tujuan, sistem berpikir dan
model mental.
- Menyediakan
pelayanan (providing stewardship)
Dimensi kedua dari kepemimpinan dalam mewujudkan organisasi
pembelajar adalah penyediaan stewardship
(pelayanan). menurut Senge ( Nurdin,
2008:9) stewardship berarti seseorang (atau mungkin beberapa kelompok) dalam
organisasi perlu menerima tanggung jawab untuk menjamin bahwa setiap orang yang
bekerja dalam organisasi memiliki alasan
yang jelas mengapa ia ada di organisasi tersebut. peran pemimpin sebagai
steward penting untuk memastikan bahwa visi yang telah dirumuskan dimasukan
kedalam praktik dan keputusan-keputusan yang dibuat dari hari ke hari.
Keputusan dan praktik harus konsisten berdasarkan visi tersebut. dalam konteks
pemimipin sebagai steward, kepala sekolah harus melaksanakan kegiatan sebagai
berikut:
a. Membantu semua warga sekolah untuk memiliki wawasan yang lebih
dalam memandang realitas yang ada di sekolah.
b. Memunculkan model mental yang dimiliki warga sekolah terhadap
permasalahan yang dihadapai sekolah.
c. Membantu orang untuk merestrukturisasi pandangannya dalam
memandang kejadian secara lebih mendalam pada sebab pokok permasalahan.
d. Memiliki kemampuan menemukan kemungkinan-kemingkinan baru untuk
mencapai masa depan sekolah.
e. Mempengaruhi warga sekolah untuk memandang realitas sebagai
kejadian, pola perilaku, dan struktur sistematik.
f. Memiliki pandangan bahwa semua orang yang berhubungan dengan
sekolah sebagai pembelajar.
g. Membantu guru untuk mengetahui makna keberadaannya di sekolah.
- Menjadi
guru (being a teacher)
Pemimpin bertanggung jawab untuk menciptakan peluang bagi para
guru untuk belajar mengenai penelitian yang mutakhir dan menerapkan penelitian
tersebut diruang kelasnya. Kepala sekolah harus menciptakan visi yang mendorong
pengambilan resiko dan mengeliminasi rasa takut terhadap kegagalan. Jika hal
tersebut dapat dilakukan dengan berhasil, sekolah kemudian akan menguasai
kapasitas untuk mengembangkan visi bersama tentang apa yang diinginkan untuk
dilakukan dan pelibatan dalam berbagai tindakan yang dibutuhkan guna mewujudkan
visi bersama. Yang harus dilakukan antara lain:
a. Melakukan pelayanan unt uk kesejahteraan anggota organisasi
b. Memiliki perasaan alami untuk melayani para guru
c. Memberikan pelayanan terhadap tujuan orang yang dipimpinnya (guru)
d. Melayani visi sekolah dalam bentuk mengupayakan terwujudnya visi
tersebut.
- Kepemimpinan Sekolah Bermutu Terpadu
Kepemimpinan pada dasarnya adalah kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi orang lain sehingga orang tersebut mau melakukan suatu tindakan
untuk mencapai tujuan. Kepemimpinan yang berlangsung pada lembaga pendidikan
adalah kepemimpinan pendidikan yang
menjalankan proses kepemimpinan yang sifatnya mempengaruhi sumber daya
personil pendidikan (guru dan karyawan) agar melakukan tindakan bersama guna
mencapai tujuan pendidikan.
Kepemimpinan pendidikan sebagai suatu kemampuan dan proses
mempengaruhi, mengkoordinir dan menggerakkan orang-rang lain yang ada
hubungannya dengan pengembangan ilmu pendidikan, pelaksanaan pendidikan dan
pengajaran, agar kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat lebih efektif dan
efisien di dalam pencapaian tujuan pendidikan dan pengajaran.
Kepemimpinan sekolah bermutu terpadu menuntut adanya pemimpin
transformasional, yang diartikan sebagai pemimpin yang memiliki kemampuan
penciptaan bayangan masa, yaitu memiliki gambaran masa depan sekolah yang ideal
dan sekolah yang efektif, yang dapat memuaskan seluruh stakeholders. Mampu
memobilisasi komitmen seluruh warga sekolah untuk mewujudkan bayangan sekolah
yang ideal dan efektif serta memuaskan pelanggan tersebut menjadi sebuah
kenyataan dan mampu melembagakan perubahan, sehingga sekolah menjadi bermutu
sesuai atau melebihi keinginan, kebutuhan dan harapan pelanggannya.
Dalam mewujudkan sekolah yang bemutu terpadu membutuhkan
kepemimpinan sekolah efektif, yaitu yang memiliki kriteria sebagai berikut :
1. Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses
pembelajaran dengan baik, lancar dan produktif.
2. Dapat menjalankan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang
telah ditetapkan.
3. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat,
sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan
sekolah dan pendidikan.
4. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan
tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di sekolah.
5. Mampu bekerja dengan tim
manajemen sekolah
6. Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai
dengan ketentuan yang telah ditentukan.
Dalam proses menuju sekolah bermutu terpadu, maka kepala
sekolah, komite sekolah, para guru,
staf, siswa dan komunitas sekolah harus memiliki obsesi dan komitmen terhadap
mutu, yaitu pendidikan yang bermutu. Memiliki visi dan misi mutu yang
difokuskan pada pemenuhan kebutuhan dan harapan para pelanggannya, baik
pelanggan internal, seperti guru dan staf, maupun pelanggan eksternal seperti
siswa, orang tua siswa, masyarakat, pemerintah, pendidikan lanjut dan dunia
usaha.
Pendidikan yang berfokus pada mutu menurut konsep Juran adalah
bahwa dasar misi mutu sebuah sekolah mengembangkan program dan layanan yang
memenuhi kebutuhan pengguna seperti siswa dan masyarakat. Masyarakat dimaksud
adalah secara luas sebagai pengguna lulusan, yaitu dunia usaha, lembaga
pendidikan, pemerintah dan masyarakat luas, termasuk menciptakan usaha sendiri
oleh lulusan.
Disamping itu dalam menerapkan manajemen mutu terpadu harus
mengadakan perbaikan berkelanjutan, baik produk lulusannya, penyelenggaraan
atau layanannya, sumber daya manusia (SDM) yang memberikan layanan, yaitu
kepala sekolah, para guru dan staf, proses layanan pembelajarannya dan
lingkungannya.
Menurut Prof.Dr.H. Nanang Fattah bahwa efektivitas atau kunci
keberhasilan maupun kegagalan implementasi TQM adalah management commitment.
Apabila manajemen mempunyai dan memegang teguh komitmennya, kemungkinan
besar mereka akan berhasil. Sebaliknya, apabila mereka kurang komitmen bisa di
pastikan bahwa lembaga akan mengalami kegagalan mencapai TQM. Komitmen ini
meliputi 3 hal, yaitu waktu, antusiastitas (enthusiasm)
dan tersedianya sumber-sumber (resource) dalam organisasi. Disamping itu harus
diikuti dengan employee involment (keterlibatan menyeluruh) sehingga
setiap individu dalam suatu lembaga/organisasi adalah ikut menentukan tingkat
kualitas yang dicapai.
DAFTAR
PUSTAKA
Kumpulan
Permendiknas 2007. CV Madani. Bandung
Kotter. Jhon. P. 1996.
Leading Change, Harvard
Business School Press, Boston. Massachusetts.
Naughtin. Pat,
Leading Change by Jhon P. Kotter, Book Review,
Kotter. Jhon P. 2006. Leading
Change : Why Transformation Efforts Fail, Harvard Business Review.
Mulyasa.
Enco. 2009. Menjadi Kepala Sekolah
Profesional. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Nurdin. Diding. 2008. Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Membangun Sekolah Sebagai Organisasi Pembelajar.
Jurnal Mimbar Pendidikan. Hal. (4-11) Vol XXXII. No.2 tahun 2008.
Sobahi.
Karna,dkk. 2010. Manajemen Pendidikan. Cakra. Bandung.
Sukarno. Nining. 2008. Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah dan
sistem kompensasi terhadap pengembangan
kreativitas guru. Jurnal Mimbar Pendidikan. Hal. (12-22) Vol XXXII. No.2
tahun 2008.
BUKU PEGANGAN BAGI SEMUA YANG MEMPELAJARI
KEBIJAKAN PUBLIK (HANDBOOK) TENTANG TEORI, KONSEP , METODE DAN PRAKTEK
KEBIJKAN
HIDUP KARENA BERBAGI DISIPLINILMU
PUBLIK:
MASYARAKAT UMUM (KELOMPOK MASYARAKAT, BANGS ANATAR BANGSA
PUBLIK
ESENSINYA RAKYAT
KEBIJAKAN
UNTUK RAKYAT. MEMBANTU RAKYAT MENGHADAPI PERMASALAHAN KEHIDUPAN YANG DIHADAPI
POLICY:
KEBIJKAN ADALAH ZAMAN SUHARTO ADMINISTRASTION SUKARNO DICIPTAKAN BAPPENAS YANG
BERTUGAS MERUMUSKAN KEBIJAKAN KEBIJAKAN BANGSA
GUIDE
DIRECTION YANG MENGARHKAN SELURUH KEGIATAN UNTUK MENCAPAI TUJUAN NASIONAL UNTUK
RAKYAT INDPONESIA
ANALYSIS:STUDIES:
CRITICAL THINKING KAJIAN YANG AMAT TAJAM HANKAMNAS BERFIKIR ABSTRAK UNTUK
MENGEMBANGKAN
BERFIKIRAN
ABSTARK YANG DIPERLUKAN BERBICARA EKONOMI, POLITIK, MILITER,
ABILITY
THINKING CRITICAL
GBHN
NASIONAL
VISION
SEORANG PEMBUAT KEBIJAKN HARUS PUNYA VISION
CARA/METODE
KEBIJAKAN PUBLIK DI PERSIMPANGAN JALAN Dalam rangka meningkatkan
kinerja sebagai edukator, kepala sekolah harus merencanakan dan melaksanakan
program sekolah dengan baik, antara lain :
a. Mengikutkan tenaga pendidik dalam penataran guna menambah
wawasan, juga memberi kesempatan kepada tenaga pendidik untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya dengan belajar ke jenjang yang lebih tinggi.
b. Menggerakkan tim evaluasi hasil belajar untuk memotivasi
peserta didik agar lebih giat belajar
dan meningkatkan prestasinya.
c. Menggunakan waktu belajar secara efektif di sekolah dengan
menekankan disiplin yang tinggi.
Di samping hal tersebut di atas, kepala sekolah hendaknya sering
memberikan pengertian akan ciri-ciri seorang tenaga pendidik yang baik
sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Ghazali, yaitu:
a. Senantiasa menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT,
ke dalam jiwa peserta didik.
b. Senantiasa memberikan contoh (suri tauladan) yang baik terhadap
peserta didik.
c. Senantiasa mencintai peserta didik layaknya mencintai anak
kandungnya sendiri.
d. Senantiasa memahami
minat, bakat dan jiwa peserta didik.
e. Jangan mengharapkan materi atau upah sebagai tujuan utama
mengajar.