Disusun Oleh: H. W. Anwar Sadat, S.Pd.I., M.Pd.I.
Dosen Program Studi Manajemen Pendidikan Islam
STAI Al-Ma'arif Ciamis
BAB I
PENDAHULUAN
Prilaku seseorang yang beragam baik di masyarakat atau di
lembaga-lembaga tertentu mempengaruhi prilaku orang-orang di sekitarnya. Ada
yang negatif dan ada yang positif. Pengaruh positif yang sangat perlu
dikembangkan adalah dalam bidang akademik yang terus mengkaji dan meneliti
gejala-gejala yang terjadi dan mempengaruhi prilaku-prilaku tersebut.
Kenakalan remaja, perjinahan, perampokan, narkoba, pembunuhan dan
lain-lain merupakan bentuk prilaku negatif manusia yang sering terjadi di masyarakat
disepanjang masa. Seperti yang ditulis sebuah berita online PKBI (perkumpulan
Keluarga Berencana Indonesia) pada tanggal 17 April 2018 yang
menulis hasil sebuah penelitian yang dilakukan
oleh PSS PKBI DIY pada tahun 2004 tentang prilaku sexual para remaja yang
menunjukkan bahwa 12,1% remaja SMA Yogyakarta pernah melakukan hubungan seksual
(www.pkbi-diy.info/prilaku-sexual
remaja, 17 April 2018)
Djamaludin Ancok (1994) mengutip kutipan Yayah
Khisbiyah (1994) yang mengutip beberapa penelitian tentang kasus hamil di luar
nikah di Indonesia, seperti penelitian yang dilakukan Warouw yang meneliti 663
sampel remaja usia 14-19 tahun di Manado, yang menyimpulkan bahwa ada 71,3 %
remaja di sana yang hamil di luar nikah. Penelitian lain tahun 1989 yang
dilakukan oleh Widyantoro di Klinik WKBT
Jakarta dan Bali yang menyimpulkan bahwa terdapat terdapat 405 kasus kehamilan
yang tidak direncanakan (unwanted pregnancy), dan 95
% dari pelakuknya adalah remaja usia 15-25 tahun.
Kejadian lain yang sedang marak terjadi juga saat ini adalah
perampokan yang disertai pemerkosaan bahkan sampai pembunuhan oleh sopir taxi
online. Sasaran utamanya adalah wanita yang pergi sendirian. Mereka berprilaku
baik dan sopan tapi ternyata mempunyai jiwa yang rusak dan serakah, sehingga
melakukan hal-hal yang negatif.
Pengaruh negatif dari kesemua prilaku manusia tersebut adalah merusak
keserasian generasi berikutnya dan juga dari prilaku pembunuhan menimbulkan
ketakutan dan kecemasan di masyarakat. Sementara pengaruh positifnya adalah merangsang
para pemikir dan peneliti tentang prilaku manusia untuk mencari dan mencari
penyebab, akibat dan cara penanganannya.
Para peneliti khususnya di bidang psikologi mencoba mencari
penyebab prilaku tersebut lalu membuat solusi yang tepat berdasarkan ilmu yang
mereka miliki. Teori-teori yang mereka gunakan kebanyakan mengambil dari
pemikir-pemikir barat yang beraliran sekuler atau memisahkan agama dari ilmu
pengetahuan. Contoh kasus dari penggunaan teori barat yang sekuler adalah
ketika puasa dijadikan sebagai terapi bagi prilaku negative dan yang terganggu
jiwanya, sementara arti dari puasa itu sendiri tidak sesuai dengan ajaran
islam, seperti yang diungkapkan Jamaludin Ancok yang mengutip pendapat Cott
yang meyakini bahwa puasa bisa menyembuhkan penyakit jiwa, tetapi pengertian
puasa memurut Alan Cott boleh minum air. Tentu hal ini bertentangan dengan
ajaran agama islam yang mendefinisikan puasa sebagai ibadah menahan dari segala
apa yang membatalkan puasa termasuk di dalamnya minum ( Djamaludin Ancok,
1994:57-58).
Para ahli Psikologi barat berusaha untuk memperbaiki
prilaku-prilaku negative di masyarakat dengan bahan kajian akal yang berpedoman
pada pilsafat sebagai the mother of science, bukan pada kebenaran hakiki
yang berasal dari Ilahi. Kasus kejahatan seksual atau hamil di luar nikah tentu
sudah sangat bisa diantisipasi dalam islam dengan berpedoman pada hadits
Rasulullah yang sudah dikumandangkan sejak 3 abad yang lalu.
Perbuatan zina atau hubungan seksual di luar nikah dalam islam bisa
dihentiikan atau diminimalisir dengan
nikah, dan apabila belum mampu untuk melaksanaknn nikah maka dengan melakukan
puasa. Rasulullah saw. menegaskan dalam haditsnya:
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ لَنَا
رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ ! مَنِ
اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ
, وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ;
فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya:
Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata:
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda pada kami: "Wahai generasi muda, barangsiapa di antara
kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan
pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa,
sebab ia dapat mengendalikanmu." (Muttafaq Alaihi. ) (Bulugur Maram min
adillatil Ahkam, versi 2.0)
Islam juga mengatur dengan tegas hukuman bagi pelaku zina baik
laki-lakinya maupun perempuannya. Allah sudah menegaskan hal tersebut dalam
al-quran surat an-nuur ayat 2:
Artinya : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan
kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu
beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman (Al-quran digital,
versi 2.1)
Bagi pelaku kejahatan
lainpun islam sudah mengatur hukumuan yang tegas sehingga apabila ini
dijalankan maka orang yang akan melakukannya akan berfikir beribu-ribu kali.
Dalam hukum pembunuhan dan penganiyaan misalnya dikenal dalam islam dengan
hukum qishas atau mengabil pembalasan yang sama, seperti yang Allah tgaskan
dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 178:
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang
merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang
mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti
dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada
yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas
sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.
BAB II
PSIKOLOGI ISLAM
I. PENGERTIAN PSIKOLOGI ISLAM
Secara etimologi, kata psikologi (psychology) yang
secara literal berarti “studi tentang jiwa” (study of the soul) berasal
dari bahasa Yunani Kuno “ψυχή” atau psychē atau psukhē
yang berati nafas (breath), roh (spirit), jiwa (soul),
pikiran (mind) atau mental (mental), dan λογίαatau logia
yang berarti “studi tentang. Versi lain mengatakan bahwa kata psikologi
berasal dari bahasa Prancis “psychologie” atau bahasa Latin “psychologia”
yang bermakna studi tentang jiwa.
Psikologi secara umum diartikan sebagai ilmu jiwa atau
ilmu tentang jiwa. Namun dalam pemaknaan psikologi secara terminologis terdapat
perbedaan orientasi dan latar belakang masing-masing pakar. Karena itu tak
heran bila banyak pakar yang memberikan definisi psikologi dengan berbagai
sudut pandang yang luas.
(Gleitman, Groos, dan
Reisberg, 2011:1) mendefinisikan
psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha memahami perilaku manusia,
alasan dan cara mereka melakukan sesuatu, dan juga memahami bagaimana makhluk
tersebut berpikir dan berperasaan. Hal-hal yang tampak sedarhana pun berdasarkan pengertian ini menjadi objek
psikologi, seperti bagaimana seseorang tetap mengingat bagaimana cara ia
bersepeda meskipun telah 25 tahun tidak memakainya, mengapa seseorang bicara,
mengapa ia cemburu, mengapa ia mencintai lawan jenisnya, dan lain sebagainya.
Chaplin (2011:1) sebagaimana dikutip Sudarwan Danim
mendefinisikan psikologi sebagai ilmu pengetahuan mengetahui perilaku manusia
dan hewan, juga terhadap organisme dalam segala ragam dan kerumitannya ketika
mereaksi arus dan perubahan alam sekitar dan peristiwa-peristiwa kemasyarakatan
yang mengubah lingkungan. Pada definisi ini Chaplin lebih menjelaskan psikologi
lebih luas, yakni bukan hanya berkenaan dengan manusia tetapi juga terhadap
hewan. Jadi berdasarkan definisi ini, psikologi berhubungan dengan penyelidikan
bagaimana dan mengapa organisme-organisme itu melakukan apa yang meraka lakukan .
Pengertian islam secara bahasa berasal dari kata aslama - yuslimu – islāman
yang
bermakna untuk menerima, menyerah atau tunduk dan dalampengertian yang lebih jauh taat kepada Tuhan. Dalam kamus Lisān al-‘Arab dijelaskan
bahwa Islām mempunyai arti semantik sebagai berikut: tunduk
dan patuh (khadha‘a - khudhū‘ wa istaslama - istislām), berserah diri,
menyerahkan, memasrahkan (sallama - taslīm), mengikuti (atba‘a -
itbā‘), menunaikan, menyampaikan (addā - ta’diyyah), masuk dalam
kedamaian, keselamatan, atau kemurnian (https://id.wikipedia.org/wiki/Islam#Etimologi).
Ahli tafsir terkenal Ibnu Katsir memberikan definisi
tentang islam bahwa islam adalah sebuah aturan hukum yang ditetapkan langsung
oleh Allah Yang Maha Bijaksana yang wajib ditaati. Selanjutnya agama jua bisa
disebut syara atau syariat atau millah (Hasbi Ashdidiqi,
1998)
Menurut Ibnu Taimiyah kata islam sama dengan ad-din yang
artinya adalah tunduk dan merendahkan diri kepada Allah. Maka dari itu tidak
dikatakan islam bagi orang yang selalu menyekutukan Allah dengan sesuatu (Hasbi Ashdidiqi, 1998).
Menurut istilah, Islam adalah ‘ketundukan
seorang hamba kepada wahyu Ilahi yang diturunkan kepada para nabi dan rasul
khususnya Muhammad SAW guna dijadikan pedoman hidup dan juga sebagai hukum/
aturan Allah SWT yang dapat membimbing umat manusia ke jalan yang lurus,
menuju kekebahagiaan dunia dan akhirat .Istilah
lain menyebutkan bahwa Islam adalah agama terakhir yang diturunkan Allah SWT
kepada Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi dan utusan Allah (Rasulullah) terakhir
untuk umat manusia, berlaku sepanjang zaman, ia bersumberkan kepada
Al-Quran dan As-Sunnahserta Ijma 'Ulama (www.risalahislam.com/2013/11/pengertian-islam-menurut-al-quran.html).
Menyimak
definisi dari psikologi dan islam di atas dapat disimpulkan bahwa psikologi
islam adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari tentang jiwa dan prilaku
manusia dan juga hewan dan bagaimana cara penaggulangannya berdasarkan sumber
yang tidak mengakui banyak Tuhan dan berpdoman pada ayat-ayat Ilahi (al-quran)
serta hadits Rasulullah saw. ditambah dengan pendapat-pendapat ulama.
Kesimpulan di
atas perlu dibatasi sehingga tidak memunculkan hewan sebagai objek dari
psikologi islam, karena hewan tidak
memiliki akal dan jiwa sebagaimana manusia miliki. Dua keistimewaan manusia ini
ditambah lagi dengan qalbun atau hati yang menjadi pusat kepekaan dan
pusat perasaan yang apabila manusia
kehilangan pusat kepekaannya maka tidak segan-segan berbuat keburukan,
kehilangan belas kasihan terhadap orang lain. Permasalahan inilah yang pada
gilirannya menjadi kajian utama dalam psikologi.
Menurut Abdul Mujib (2005), sedikitnya ada empat
interpretasi atau pemahaman tentang psikologi Islam. Pertama, ada yang
mengatakan psikologi Islam dengan psikologi agama.Pengertian ini diberikan bagi
siapa saja yang belum pernah mengenal
psikologi islam, sehingga merekapun salah memahaminya. Kedua, psikologi
dipandang sebagai bidang studi atau mata kuliah.Psikologi Islam dalam hal ini
memiliki bobot SKS seperti halnya mata kuliah yang lainnya, namun tidak bisa
diintegrasikan secara langsung pada wawasan mata kuliah yang lain dan juga
sebaliknya mata kuliah yang lain tidak bisa diintegrasikan dengan mata kuliah
psikologi islam. Ketiga, psikologi islam dipandang sebagai cara pandang,
pola berfikir atau system pendekatan dalam mempelajari dan mengkaji bidang psikologi.
Pemahaman yang ini pada prinsipnya memberikan gambaran bahwa psikologi islam
itu merupakan kajian dalam islam yang mengharapkan prilaku kejiwaan manusia itu
dalam kualitas yang sempurna, atau dalam istilah islam itu bahagia di dunia dan
akhirat. Keempat, psikologi Islam dipandang sebagai lembaga. Lembaga
yang dimaksud adalah lembaga Islam yang secara serius bekerja untuk
mengembangkan dan menyebarluaskan mazhab dan mata kuliah psikologi Islam.
Tujuannya adalah menyusun konsep dan teori psikologi Islam, menerapkan hasil
teoritisnya dan mempublikasikan hasilnya di dalam berbagai media.
Pada kesempatan lain Abdul Mujib menjawab pertanyaan UIN
online ketika beliau diwawancarai mengenai definisi Psikologi Islam. Abdul
Mujib menjelaskan bahwa Psikologi Islam adalah satu pendekatan studi dalam
memahami kejiwaan dan perilaku manusia yang berdasarkan konsep tauhid, dengan
cara mengintegrasikan antara ilmu dan iman. Jangan sampai hati beriman kepada
Allah tetapi cara atau pola berpikirnya tidak menopangnya. Artinya, kehadiran
Psikologi Islam untuk mengintegrasikan pada semua hal. Karena sebagaimana
diketahui, psikologi (sebagai disiplin ilmu) muncul bukan dari orang Islam tapi
dari orang Barat dan karya-karya mereka telah banyak memberi kontribusi pada
semua bidang kehidupan, sekalipun cara berpikirnya sekuler. Justru kehadiran
psikologi Islam memberi nuansa transenden (www.uinjkt.ac.id/id/psikologi-islam, 17 Desember 2010)
Jamaludin Ancok ((1994, 146-147) menegaskan bahwa ada dua
defnisi psikologi Islam, yaitu pertama, bawa psikologi Islam adalah
konsep psikologi modern yang seblumnya orang sudah mengenal dengan jelas.
Pemahaman ini berorientai pada pemahaman psikologi yang sekuler atau memisahkan
agama dari ilmu pengetahuan sehingga para ahli psikologi yang beragama islam
merasa kurang puas dengan teori-teori yang ada karena dipandang akan
menyesatkan umat. Kedua, menegaskan bahwa psikolog Islam membahas
tentang manusia yang seluruh krangka konsepnya dibangun berdasarkan islam yang
mengambil sumber ilmiahnya dari al-quran dan hadits denga memenuhi
syarat-syarat kerangka ilmiah.
Fuad Anshori (2002:1-2) mengemukakan bahwa istilah
psikologi islam memiliki nama-nama lain selain yang popular psikologi Islam (The Psychology of Islam).
Nama-nama lain itu yaitu psikologi Ilahiyah, psikologi al-Quran, psikologi Qur’ani,
psikologi Motivatif, psikologi Propetik, Psikologi Nafsiologi dan psikologi Sufi.
Menyimak pendapat Jamiludin Ancok dan Fuad Anshori di
atas jelas bahwa objek dari psikologi islam adalah manusia. Jadi psikologi
islam adalah ilmu tentang manusia, khususnya tentang kepribadian manusia yang
meliputi aspek teori, filsafat, metodologi dan penedekatan masalah yang
berdasarkan kepada sumber formal islam (al-Quran dan as-Summah), akal, panca
indra dan intuisi.
Psikologi Islam kadang disamakan dengan Psikologi Agama
padahal itu sangat berbeda. Abdul Mujib menjelaskan perbedaan kedua psikologi
tersebut . Kalau psikologi agama itu
berbicara pada perilaku orang beragama, seperti perilaku fundamentalis dan
moderat pada agama dan kaitannya dengan perilaku sehari. Sementara Psikologi Islam itu satu madzhab
tersendiri. Madzhab di mana kalau di psikologi itu ada madzhab psikoanalisis
yang menitikberatkan kajiannya pada analisis kesadaran manusia,
psikobehavioristik menitikberatkan pada perilaku yang nampak dan
psikohumanistik menfokuskan kajiannya pada potensi manusia, tanpa melibatkan
konsep Tuhan dalam kehidupan manusia. Justru Psikologi Islam hadir dengan
memberikan nilai aksiologis transcendental
(Abdul Mujib, (www.uinjkt.ac.id/id/psikologi-islam, 17 Desember 2010)
II. SEJARAH PSIKOLOGI ISLAM
Fuad Anshori
(2002:3-4) menguraikan tentang bagaimana awal mula adanya psikologi Islam. Menurut
beliau gaungnya sudah dimulai sejak tahun 1978 pada simposium internasional
tentang psikologi dan Islam (International Symposium on Psychology and Islam)
di Universitas Riyadh Arab Saudi. Pada tahu 1979 diterbitkan sebuah buku di
Inggris yang ditulis oleh Malik B Badri dengan judul The Dilemma of Muslim
Psychologist .Buku terssebut didasarkan pada penyampaian gagasan beliau
dalam forum Association of Muslim Social Scientists (AMSS) Amerika Kanada.
Para ahli psikologi di berbagai negara banyak yang merespon
terhadap dua kejadian di atas, termasuk di Indonesia, yaitu dengan terbitnya sebuah buku pada tahun 1994 dengan judul
Psikologi Islami : Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi yang ditulis
oleh Jamaludin Ancok dan Fuad Anshoru Suroso) yang diterbitkan bersamaan dengan
berlangsungnya kegiatan Simposium Nssioanal Psikologi Islami I (Universitas
Muhamadiyah Surakarta). Buku inilah yang menurut banyak kalangan yang menandai
kebangkitan psikologi Islam di Indonesia, bahkan ada yang mengatakan Buku
Suci dalam wacana perkembangan psikologi Islam di Indonesia. Selanjutnya
dalam setiap tahunnya di Indonesia selalu diadakan dua atau empat kali
pertemuan ilmiah mengenai psikologi Islam, dengan menggunakan nama simposium
nasional, dialog nasioanal dan seminar nasional. Hal ini tentu menggembirakan
berbagai kalangan yang mendambambakan adanya solusi islami husus dalam
kejiwaan.
Perkembangan selanjutnya ketikan para pengkaji utama
psikologi Islam di Indnesia seperti Jamaludin Ancok, Fuad Anshori, Hana
Jumhana, Arif Wibisono Adi dan Subandi, mereka selalu menggunakan istilah
psikologi Islami dalam bergai kesempatan pertemuan ilmiah dan berbagai
tulisannya akan tetapi berdasarkan catatan beliau yang pertama kali
memperkenalkan psikologi Islami adalah Baswardono pada tahun 1987 ( Fuad
Anshori, 2002:6).
Fuad Anshori (2002:6-8) dalam catatanya menjelaskan
tentang munculnya berbaagai istilah yang pada intinya membahas psikologi Islam
seperti pada tahun 1990 muncul istilah Psikologi Ilahiiyah yang diambil dari
sebuah buku dengan judul Azas-azas Psikologi Ilahiyah yang ditulis oleh Zuardin
Azzaino. Tahun 1992 muncul istilah Psikologi al-Quran yang dikembangkan oleh
Lukman Laksono dan Anharudin. Psikologi al-Quran ini diartikan sebagai aspek-aspek psikologis dalam
al-Quran. Pada tahun 1994 muncul pula istilah Psikologi Qurani yang maksudnya
adalah psikologi yang menjunjung tinggi nilai-nilai al-Quran. Psikologi ini
dikembangkan oleh Audith M Turmudhi yang menurut beliau konsep tentang manusia
yang diturunkan dari al-Quran itu harus diverifikasi dengan menggunakan metode
ilmiah. Tahun 1997 muncul istilah Psikologi Motivatif yang dikembangkan oleh
Noeng Muhajir pada Dialog Nasional Pakar Psikologi Islam di Jombang, yang
dipertegas pada tahun 1998 di Surakarta dalam Simposium Nasioanal Psikologi
dalam makalah yang berjudul Psikologi Motivatif dan Konsekuensi Metodologi Penelitian. Pada tahun 1998 juga
muncul istilah Psikologi Profetik yang digagas oleh Yayah Khisbiyah. Maksud
Psikologi ini adalah psikologi yang didasarkan pada ajaran yang disampaikan
Nabi Muhammad saw, dan tauladan yang ditunjukan oleh beliau.
III. URGENSI
PSIKOLOGI ISLAM
Menyimak berbagai pendapat mengenai awal mula timbulnya
gagasan untuk memunculkan disiplin ilmu baru atas nama Psikologi Islam, maka
terlihat jelas bagaimana psikologi ini penting untuk segera dihadirkan.
Fuad Anshori (2002:12) menguraikan bagaimana pentingnya
menghadirkan islam sebagai sistem kehidupan. Alasan hal tersebut adalah karena
peradaban Barat sudah gagal mensejahterakan aspek moral spiritual manusia. Beliau mengutip pendapat
psikolog Amerika bernama Erich Fromm yang mengungkapkan bahwa manusia modern
menghadapi suatu ironi. Mereka berhasil mensejahterakan diri mereka secara
materi namun miskin kesejahteraan jiwa, sehingga munculah kegelisahan dan
keresahan dalam hidup mereka. Erich Fromm memberikan gambaran bagaimana
tingginya angka bunuh diri dikalangan lansia di Amerika dan Erofa yang berjaya dibidang ekonomi.
Kegoncangan jiwa mereka terjadi karena yang diutamakan adalah kekuatan akal
sementara asupan untuk jiwa mereka lupakan. Asupan jiwa itu telah sempurna ada
dalam islam.
Jamaludin Ancok (1994, 22) menegaskan bagaimana bagusnya
system Islam yang bersumber dari al-Quran dan hadits dalam menyelesaikan bergbagai
masalah kehidupan di dunia ini. Beliau misalnya mengutip ayat al-Quran surat
Al-Hujurat ayat 12 dan 13 dalam memberikan solusi bagi terjadinya diskriminasi
kelompok di muka bumi ini. Kedua ayat
itu menurutnya merupakan terapi dalam menghilangkan sumber masalah yang
menghambat proses pembauran antar suku. Begitulah bagaimana dahsatnya al-Quran
sebagai sumber hukum yang dimilki oleh agama Islam, sehingga tinggal umatnyalah
yang pandai menggali dan menggunakaan sumber hukum tersebut dalam menyelesaikan
semua masalah yang terjadi di muka bumi ini.
Penjelasan al-Quran tidak perlu pembuktian secara empiris
seperti diharapkan oleh para pemikir-pemikir barat, karena dengan hanya membaca buku panduan
kitab suci al-Quran bisa didapatkan penjelasan yang gamblang mengenai jiwa
yang menurut para pemikir barat tidak
bisa dipelajari dengan bukti empirisnya (Abdul Mujib,www.uinjkt.ac.id/id/psikologi-islam, 17 Desember 2010).
Mengenai Urgensi Psikologi Islam, kelihatanya ada yang
lebih pokok dari uraian di atas, yaitu keberadaaan islam itu semdiri yang
menjadi rahmat bagi seluruh alam, seperti dalam al-Quran surat al-Anbiya ayat
107:
“Dan
tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam”.
Ayat di atas menegaskan bagaimana keberadaan islam yang menjadi rahmat bagi
seluruh alam, artinya adalah bahwa seluruh apa yang ada dalam islam
diperuntukan bagi kemaslahatan umat di alam dunia ini. Termasuk di dalamnya
pemikiran tentang psikologi islam yang dilahirkan untuk kemaslahan seluruh
alam, bukan atas dasar politi atau niataan seseorang untuk supaya popular dan
meraih gelar kesuksesan.
Psikologi Islam
diciptakan untuk menolong manusia dari segala bentuk kelainan jiwa, dengan
orientasi keihlasan dan keridoan Allah swt. Sikap menolong kesusahan orang lain
merupakan bukti bahwa keberadaan islam di muka bumi ini adalah menjadi rahmat
bagi seluruh alam.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Psikologi islam adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari
tentang jiwa dan prilaku manusia dan juga hewan dan bagaimana cara
penaggulangannya berdasarkan sumber yang tidak mengakui banyak Tuhan dan
berpdoman pada ayat-ayat Ilahi (al-quran) serta hadits Rasulullah saw. ditambah
dengan pendapat-pendapat ulama. Sementara menurut Jamiludin Ancok dan Fuad Anshori, objek psikologi islam adalah
manusia. Jadi psikologi islam adalah ilmu tentang manusia, khususnya tentang
kepribadian manusia yang meliputi aspek teori, filsafat, metodologi dan
penedekatan masalah yang berdasarkan kepada sumber formal islam (al-Quran dan
as-Summah), akal, panca indra dan intuisi.
2. Secara umum gaungnya Psikologi
Islam dimulai sejak tahun 1978 pada simposium internasional tentang psikologi
dan Islam (International Symposium on Psychology and Islam) di
Universitas Riyadh Arab Saudi. Pada tahu 1979 diterbitkan sebuah buku di
Inggris yang ditulis oleh Malik B Badri dengan judul The Dilemma of Muslim
Psychologist .Buku terssebut didasarkan pada penyampaian gagasan beliau
dalam forum Association of Muslim Social Scientists (AMSS) Amerika Kanada.
Selanjutnya di Indonesia dikembangkan oleh tokoh utamanya yaitu Jamiludin Ancok dan Fuad Hasan.
3. Urgensi Psikologi Islam adalah
karena peradaban Barat sudah gagal mensejahterakan aspek moral spiritual manusia, lengkapnya sumber hukum
islam sebagai terapi dari berbagai masalah dan merefleksikan islam sebagai
rahmat bagi seluruh alam.
B. SARAN
Semoga tulisan
ini bermanfaat bagi penulis hususnya dan bagi pemerhati psikologi pada umumnya
. Kritik dan saran atas segala kekurangan dari tulisan ini penulis akan terima
dengan lapang dada
Daftar
Pustaka
Al-Quran
Digital, (2004) Versi 2.1
Ancok,
Jamaludin (1994) Psikologi Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bulugul
Maram Digital, (2008), persi 2.1 Tasikmalaya
Danim, Sudarwan dan Khairil (2011) Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru,
Bandung: Alfabeta.
Gleitman, Henry James Groos, and Daniel Reisberg (2011) Psycology, Newyork:
W.W. Norton & Company.
Mujib,
Abdul (2006) Kepribadian dalan Psikologi Islam, Jakarta: Rajagrafindo
Persada
Nashori,
Fuad (2002) Agenda Psikologi Islami, Yogyakarta: Putaka Pelajar
Sumanto (2013) Psikologi Umum, Yogyakarta: PT
Buku Seru
www.uinjkt.ac.id/id/psikologi-islam, 17 Desember 2010
www.pkbi-diy.info/prilaku-sexual remaja, 17 April 2018
www.id.wikipedia.org/wiki/Islam#Etimologi, diakses tanggal 10 Juli 2018