Oleh
Eka Lisdianty
Dosen Program Studi Manajemen Pendidikan Islam
Abstrak
Di era millenial saat ini dapat kita cermati bersama dan tidak dapat dipungkiri, dewasa ini kita menyaksikan pola pendidikan yang jauh dari hakikat pendidikan yang sesunguhnya yakni pendidikan yang sesuai dengan definisi pendidikan itu sendiri. Mirisnya generasi milenial ini kebanyakan tidak mau diatur dengan cara lama karena mereka memiliki pemahaman bisa lebih instan dibanding generasi terdahulu bahkan cenderung merasa tidak memerlukan orang dewasa dalam hal pendampingan pendidikannya. Bahkan dari pendidikan millenial yang kita kenal dengan pendidikan modern, seringkali hampir tidak kita temukan kesempurnaan akhlak dan ruhani yang menjadi harapan dari pendidikan itu sendiri. Fenomena yang kita temukan merupakan salah satu wujud penindasan antar manusia dan menurunnya nilai moral. Yang diakibatkan dari kesalahpahaman dalam menentukan sasaran pendidikan itu sendiri. Dengan menganalisis kecenderungan-kecenderungan generasi milenial ini yang seakan kehilangan adab nya terhadap orang dewasa maka diperlukannya menggagas model pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam untuk generasi milenial ini. Supaya generasi milenial ini selain terdepan dalam teknologi juga mengedepankan adab berupa akhlak.
Kata kunci: Pendidikan Islam,
Model Pendidikan Islam, Era Milenial
A.
Pendahuluan
Keberhasilan sebuah praktek pendidikan,
dapat dinilai dari perilaku nyata seseorang. Tidak dapat dipungkiri jika dewasa
ini kita menyaksikan pola pendidikan yang benar-benar jauh dari hakikat
tarbiyah dan ruhani. Dari pendidikan modern hampir tidak menemukan kesempurnaan
akhlak dan ruhani. Fenomena yang kita temukan adalah penindasan antar manusia
dan merosotnya nilai moral. Barangkali itu semua merupaka akibat kesahpahaman
dalam menentukan sasaran tarbiyah itu sendiri.
Tampaknya tujuan pendidikan modern adalah
tercapainya target material yang berkembang menjadi rasa cinta terhadap
pekerjaan dan produksi dengan mengesampingkan nilai-nilai dan norma
kemasyarakatan. Kondisi seperti itu yang terpikir adalah bagaimana memenuhi
kebutuhan materi agar dapat hidup mewah. Hubungan kekeluargaanpun dinilai
dengan materi, seperti dalam pemberian mahar atau dalam pemenuhan kebutuha
rumah tangga. Hidup yang seperti itu memerlukan biaya hidup yang besar. Ketika
mereka tidak menemukan jalan lain yang halal untuk mengumpulkan harta benda,
maka korupsi merupakan pilihan. Jika demikian materi menjadi penguasa atas
kepribadiannya.
Kalaupun seseorang selamat dari hal itu,
dia tidak akan mampu menghindar dari keinginan memperkaya diri dengan menumpuk
tabungan di bank seraya meremehkan orang lain yang tidak mampu. Begitu juga
kalaupun seseorang selamat dari sifat memperkaya diri, ia tidak luput dari
penyakit pamrih. Sehingga ia hanya hanya mau berinteraksi dengan orang atau
kelompok yang mampu memenuhi keinginannya.
Dari analisa sederhana ini, kita dapat
melihat dan menilai bahwa pendidikan modern selalu dikaitkan erat dengan
materi. Akhirnya pendidikan hanya bermanfaat bagi sekelompok kecil masyarakat.
Akhlak yang menjadi core pendidikan sering tidak tersentuh tepat sasaran. Berdasarkan
uraian di atas maka perlu dikaji lebih lanjut tentang penerapan pendidikan
akhlak anak keluarga Muslim dibuktikan dengan data dan fakta empirik.
Dengan
latar belakang di atas, maka penulis
merasa tertarik untuk meneliti masalah yang akan dituangkan dalam artikle
sederhana ini dengan fokus telaah terhadap ”Pelaksanaan Pendidikan Akhlak Anak
di Keluarga Muslim”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas,
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1.
Apa tujuan pelaksanaan pendidikan akhlak anak
dalam keluaga Muslim?
2.
Bagaimana program pelaksanaan pendidikan akhlak anak
dalam keluarga Muslim?
3.
Bagaimana metode pelaksanaan pendidikan akhlak anak
dalam keluarga Muslim?
4.
Bagaimana proses pelaksanaan pendidikan akhlak anak
dalam keluarga Muslim?
5. Bagaimana hasil pelaksanaan
pendidikan akhlak anak dalam keluarga Muslim?
C.
Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah di atas,
maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1.
Menjelaskan tujuan pelaksanaan pendidikan akhlak anak dalam
keluarga Muslim.
2.
Menjelaskan program pelaksanaan pendidikan akhlak anak dalam
keluarga Muslim
3.
Menjelaskan metode pelaksanaan pendidikan akhlak anak dalam
keluarga Muslim
4.
Menjelaskan Proses pelaksanaan pendidikan akhlak anak
dalam keluarga
5.
Menjelaskan hasil pelaksanaan pendidikan akhlak anak dalam
keluarga Muslim
D.
Kegunaan Penelitian
Dari kajian konsepsional dan temuan-temuan
otentik di lapangan, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan bahan
pemikiran yang berguna, baik untuk keperluan teoritis maupun untuk kepentingan
praktis guna lebih menambah pemahaman. Juga merupakan upaya untuk memberikan
sumbang pikiran yang berguna dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan
akhlak anak dalam keluarga. Di lain segi penelitian ini juga merupakan langkah
awal bagi penulis, untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan dan
pengalaman menuju peningkatan kualitas diri.
Secara lebih spesifik kegunaan penelitian
ini yaitu:
a.
Kegunaan teoritik
Hasil analisis ini diharapakan dapat
memberikan informasi untuk memperkaya pemahaman pendidikan secara umum tentang
pendidikan akhlak anak dalam keluarga Muslim.
Mengungkap
esensi teoritik sangat tepat apabila kerangka teori dibuat mengacu pada
landasan-landasan teoritik pendidikan Islam yang berbasis pada nilai ilahiyah
dan nilai insaniyah, kedua nilai tersebut perlu dikembangkan melalui
pembinaan. Strategi pembinaan dan pendidikan akhlak inilah yang menjadi garapan
landasan teoritis penelitian. Atas dasar pemikiran itu, diharapkan dalam
persoalan mekanisme dan strategi pendidikan akhlak di lokasi penelitian dapat
menggali makna yang tersirat dalam fenomena perilaku anak dan orang tua di
rumah, sehingga pada akhirnya akan mampu memberikan konstribusi bagi tataran
teoritik dan praktik.
b.
Kegunaan Praktis
Secara praktis orang tua dapat belajar
dari pengalaman. Kegunaan praktis ini diharapkan bermanfaat dalam
menghadapi persoalan pendidikan Islam,
khususnya pengembangan penerapan pendidikan akhlak anak dalam keluarga.
Selanjutnya hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi
yang berharga untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam, baik bagi anggota
sebuah keluarga sendiri, orang tua, maupun institusi atau lembaga pendidikan.
Bagi
orang tua, peneladanan dan pembiasaan dalam mendidik akhlak anak, merupakan
langkah strategis dalam mewujudkan keluarga Islami. Mengingat Islam tidak hanya
dikembangkan sebagai dasar dalam proses belajar mengajar nilai-nilai ajaran
agama di sekolah formal saja, akan tetapi perilakunya relevan dengan
nilai-nilai akhlak praktis di lingkungan keluarga pada khususnya lingkungan
masyarakat luas pada umumnya.
E.
Kerangka Pemikiran
Pendidikan
adalah upaya mempercepat pengembangan potensi manusia agar mampu mengemban
tugas yang dibebankan kepadanya, sebab hanya manusia yang dapat menerima
pengajaran (ta’lim), pendidikan (tarbiyah), dan pembentukan
karakter rabbani (ta’dib). Orientasi Pendidikan adalah mempengaruhi perkembangan fisik, mental,
emosional, moral, serta keimanan dan ketaqwaan manusia. Demikian halnya dengan
pendidikan Islam, ia pun berupaya memproses dan membentuk karakter Islami yang
dewasa dan bertanggungjawab secara
horizontal dan vertikal.
Arifin
menuturkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah merealisasikan cita-cita
idealitas Islami yang mencakup pengembangan kepribadian Muslim yang beriman,
bertaqwa, dan berilmu pengetahuan, mampu mengabdikan dirinya kepada Khaliq
dengan sikap dan kepribadian bulat menyerahkan diri kepada-Nya dalam segala
aspek kehidupan untuk mencari keridhaan-Nya.[1]
Menurut
Ghazali, pendidikan mencakup tiga aspek penting, yaitu aspek jasmaniyah,
’aqliyah, dan akhlakiyah. Rincian ketiga aspek ilmu yang diajarkan
yaitu: (1) ilmu yang diajarkan bukan termasuk ilmu yang tercela, seperti ilmu
nujum, sihir, dan perdukunan, (2) ilmu yang diajarkan adalah ilmu tauhid dan
cabang ilmu agama lainnya, dan (3) tidak mengajarkan ilmu filsafat yang dapat
mengganggu keimanan kepada Allah Swt.[2]
Oleh sebab itu, substansi pendidikan
Islam, semuanya mengacu kepada ilmu yang bersumber dari Allah, sehingga tujuan
pendidikan yang mengarahkan manusia menjadi khalifah Allah dan ‘abd
Allah dapat tercapai. Agar fungsi kekhalifahan ini berjalan sempurna, peran
ilmu pengetahuan sangat diperlukan guna menjaga hubungan manusia dengan
Khaliqnya, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan dengan alam sekitar.[3]
Orientasi pendidikan Islam pada dasarnya
perlu pengembangan ketiga aspek tersebut, yang mempunyai proyeksi (inovatif
learning), bukan semata-mata melestarikan apa yang ada (maintanance
learning), tidak pasif serta dogmatis.[4]
Harapan tersebut menunjukkan bahwa formulasi pendidikan Islam mempunyai
jangkauan ke masa depan, yakni berupaya menciptakan sosok kepribadian mulia
melalui pendidikan akhlak. Pengembangan sosok pribadi yang dikehandaki tersebut
dapat dicapai melalui pendidikan dan pembinaan akhlak secara detil dan
total. Jadi arah utama pendidikan Islam
adalah kecerdasan (intelektualitas), moralitas (akhlak)
dan keahlian (profesionalitas). Dan ketiga arah utama tersebut tersimpul pada satu kata yaitu akhlak.
Semua
persoalan hidup termasuk masalah yang terjadi dalam rumah tangga, sebetulnya
dapat diatasi dengan wisdom (bijak, hikmah) sebagai intisari dari akhlak
mulia. Wisdom hanya dapat diperolah melalui proses pembinaan dan
pendidikan, yakni pendewasaan pribadi agar memiliki integritas paripurna yang
mencakup aspek intelektuliatas, moralitas (akhlak), dan spiritulitas. Aspek
spiritual dan material niscaya dijalin satu dengan yang lain agar keduanya
dapat berfungsi sebagai sumber kekuatan yang saling sinergis dan seimbang.[5]
Keseimbangan yang mendasari pendidikan
Islam terdiri dari tiga kelompok besar, yaitu (1) keseimbangan antara duniawi
dan ukhrawi, (2) keseimbangan antara badan dan ruh, dan (3) keseimbangan antara
individu dan masyarakat.[6]
Keseimbangan sebagaimana
tersebut di atas senapas dengan firman Allah Swt:
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù 9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( wur [Ys? y7t7ÅÁtR ÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJ2 z`|¡ômr& ª!$# øs9Î) ( wur Æ÷ö7s? y$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ
”Dan carilah
pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan kebahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS Al-Qashas{28}: 77)
Dalam hal ini, Zuhairini dkk, dengan
mengutip pendapat John Dewey, beliau mengemukakan :
”Pendidikan sebagai satu kebutuhan hidup (a necessity
of life), satu fungsi sosial (social function), sebagai bimbingan (as
direction), sebagai sarana pertumbuhan (as growth), yang
mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup, transmisi dalam
bentuk informasi maupun non formal”.[7]
Selan jutnya, Amir Daien Indrakusuma mengemukakan bahwa:
”Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dalam
kehidupan. Bahkan tidak hanya penting saja, melainkan masalah pendidikan itu
sama sekali tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Pendidikan itu mutlak
sifatnya dalam kehidupan, dalam kehidupan keluarga, bangsa, dan Negara. Maju
dan mundurnya suatu Bangsa atau Negara, sebagian besar ditentukan oleh maju
atau mundurnya pendidikan di Negara itu”.[8] Ahmad Tafsir mengungkapkan bahwa pendidikan
akhlak sesungguhnya adalah inti dari pendidikan Islam. Sebab ending dari
pendidikan Islam adalah terbentuknya akhlak mulia.[9]
Berkaitan dengan hal tersebut di atas,
Arifin mengungkapkan bahwa Pendidikan Islam harus mengandung potensi yang
mengarahkan kepada tujuan pendidikan Islam. Dan tujuan pendidikan Islam adalah
akhlak.[10]
Pendidikan juga dapat diartikan sebagai
alat yang dapat digunakan dalam suatu proses pencapaian tujuan. Alat itu hanya
akan dapat efektif bila penggunaannya disesuaikan dengan fungsi dan kapasitas alat tersebut.[11]
Sebagai contoh rumah tangga sukses adalah
rumah tangga Rasulullah Saw. Ia tampil sebagai pemimpin keluarga teladan dalam
kehidupan berumah tangganya, dalam kesabaran menghadapi keluarganya, dan dalam
mengarahkan isteri dan anaknya dengan baik dan benar. Rasulullah bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ ِلاَهْلِهِ وَاَنَاخَيْرُكُمْ ِلاَهْلِيْ) رواه ابن حبان)[12]
“Sebaik-baik orang di antara
kalian adalah orang yang paling baik di antara kalian bagi keluarganya, dan aku
adalah orang yang paling baik di antara kalian bagi keluargaku”
Pendidik tampil sebagai figur yang dapat
memberikan contoh yang baik dalam kehidupannya sehari-hari. Bentuk pendidikan
semacam ini keberhasilannya banyak bergantung pada kualitas kesungguhan
realisasi karakteristik pendidik yang diteladani, seperti kualitas
keilmuannnya, kepemimpinannya, keikhlasannya dan lain sebagainya.[13]
Diketahui bahwa
orang tua adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah
merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang
dipikul di pundak orang tua. Orang tua, tatkala menyerahkan anaknya ke sekolah,
sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada
orang tua. Hal ini menunjukan pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya ke sembarang
orang tua/sekolah, karena tidak
sembarang orang dapat menjabat
sebagai orang tua.
Abdurrahman Al-Nahlawi mengemukakan
karakteristik orang tua dapat berpindah atau diserap oleh anak melalui dua pola
atau bentuk, yaitu sebagai berikut.
1.
Pemberian
pengaruh secara langsung, artinya pengaruh yang tersirat dari perilaku akan
banyak ditentukan oleh sifat-sifat yang meniru dirinya, baik dalam keunggulan
ilmu pengetahuannya, kepemimpinannya, kepribadiannya, budi pekertinya, akhlaknya dan lain
sebagainya. Dalam kondisi demikian, pengaruh keteladanan terjadi secara
langsung dan tidak disengaja;
2.
Pemberian
pengaruh secara sengaja yang diberikan oleh orang tua dilakukan secara sengaja
melalui contoh-contoh perbuatan yang diharapkan dapat ditiru atau diikuti oleh
anaknya.[14]
Dengan demikian kemampuan anak untuk
mengidentifikasi dan meniru telah dibarengi pula oleh kemampuan memberikan
penilaian yang mendekati kenyataan terhadap sasaran yang diamatinya. Dalam
kondisi demikian sebenarnya anak telah mampu membedakan hal-hal yang positif
dan negatif (Perbuatan baik/benar dan perbuatan buruk/salah) berdasarkan
ciri-ciri yang merupakan akibat dari setiap perbuatan tersebut. Misalnya
perbuatan baik akan berdampak positif dan perbuatan buruk akan berdampak
negatif. Selanjutnya dari hasil pembelajaran melalui suri teladan yang baik
diharapkan mampu tertanam pada karakteristik akhlak para anak.
Akhlak tidak terlepas dari aqidah dan
syariah, oleh karena itu akhlak merupakan pola tingkah laku yang
mengakumulasikan aspek keyakinan dan ketaatan sehingga tergambarkan dalam
perilaku yang baik. Penelitian ini fokus pada pendidikan akhlak di beberapa
rumah tangga karyawan pabrik di Karawang dengan sasarannya bagaimana akhlak
anak dapat dibina dan diarahkan, dengan ruang lingkup sebagai berikut: (1)
akhlak kepada Allah (2) akhlak pada diri sendiri (3) akhlak pada orang tua (4)
akhlak kepada orang lain (5) akhlak pada lingkungan sekitar.
Dalam
kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa akhlak adalah tabiat, watak, budi
pekerti, moral.[15] Dalam buku
ensiklopedia Islam tertulis kata akhlak yang merupakan bentuk jamak dari kata al-khuluq
atau al-khulq yang secara etimologis berarti (1) tabiat, budi pekerti;
(2) kebiasaan atau adat; (3) keperwiraan, kesatriaan kejantanan; (4) agama; dan
(5) kemarahan (al-ghadab). Selanjutnya
ensiklopedia itu pun menjelaskan bahwa akhlak yaitu suatu keadaan yang
melekat pada jiwa manusia yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan
mudah tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan atau penelitian.[16]
Menurut Al-Ghazali akhlak adalah tata cara
berperilaku dan berhubungan dengan orang lain, akhlak yang luhur adalah
Al-Qur’an, yang tercermin dalam Al-Qur’an adalah Nabi Muhammad Saw.[17]
Ibnu Miskawaih menuturkan bahwa akhlak
adalah sikap mental atau jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan tanpa
pemikiran.[18] Jika melihat
arti di atas akhlak itu merupakan sifat seseorang yang bisa dilihat dari sikap
dan perilaku sehari-harinya. Dengan demikian yang dinamakan akhlak adalah
kepribadian hati seseorang yang tercermin dalam perbuatannya terus menerus
melakukan hal yang sama di mana pun dan kapan pun juga, baik dalam keadaan
lenggang atau dalam keadaan duka cita (bersedih) maupun dalam keadaan suka cita
(gembira).
Dalam sistem pendidikan nasional
ditegaskan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi anak
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa mencerdaskan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.[19]
Dari
pasal tersebut salah satu tujuan pendidikan adalah agar para anak berakhlak
mulia, bukan berakhlak tercela yang tentu saja akhlak mulia ada ukurannya yang
dijadikan nilai, bagaimana berakhlak mulia itu yang menjadi tolak ukur bagi
orang beriman. Bagaimana akhlak mulia itu yang ada pada diri Rasulullah Saw.
Akhlak yang dimiliki anak harus sebagai
salah satu tujuan pendidikan nasional, yaitu berwatak kepribadian yang baik,
jujur, dapat dipercaya, tidak sombong, kreatif, amanah, fatonah, atau cerdas, punya sifat tolong menolong, rasa oftimisme,
menghargai dan sopan pada yang lebih tua, menyayangi pada yang lebih muda,
tawakkal pada Allah, mensyukuri ni’mat-Nya
dan bermanfaat untuk manusia lain. Sejalan dengan apa yang telah
diuraikan di atas mengenai manifestasi
pendidikan akhlak dalam rumah tangga, bahwa aplikasinya tentu saja
memerlukan teknik dan strategi tersendiri seperti peneladanan dan pembiasaan
berperilaku baik di dalam rumah tangga. Itulah sebabnya penelitian tesis ini
fokus pada manifestasi dan strategi pendidikan akhlak di beberapa rumah Muslim.
Uraian
di atas menunjukkan pentingnya pendidikan akhlak dalam rumah tangga Islam
sehingga tampak pada perilaku komponen rumah tangga termasuk di dalamnya anak.
Hal ini terjadi karena proses mengidentifikasi dan meniru dari anak terhadap
orang tua melalui persepsi yang dibentuknya berdasarkan kemampuan pengamatan yang mereka miliki. Persepsi itu
sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan untuk membedakan antara obyek yang
satu dengan yang lain berdasarkan karakteristik atau ciri-ciri khusus yang ada
pada obyek yang diamati.
Dari penjelasan tersebut, teranglah bahwa pendidikan Islam
adalah ikhtiar yang tulus dan disadari yang pada awalnya dan seyogyanya
ditransfer oleh orang tua dasn semua komponen yang ada dalam keluarga atau
rumah tangga agar terbentuk komponen-komponen keluarga dari rumah tangga yang
mampu hidup, tumbuh, dan berkembang dengan akhlak mulia. Ada beberapa hal
sebagai gagasan awal membangun dan menyiapkan generasi modern (millenial). Dan
ini dapat dijadikan antara lain dari sekian banyak jalan keluar (problem
solving) sebagai solusi alternatif dfalam tinjauan pendidikan Islam.
Jalan keluar dari kondisi
tersebut adalah sikap bahu membahu dalam menghilangkan kondisi negatif seperti
telah disinggung di awal. Rumah kaum Muslimin yang telah diracuni propaganda
sesat, harus segara sadar dan melek, lalu mengganti idola-idola sesat dengan
idola utama sampai akhir hayat, yakni Nabi Muhamad Saw. Munculkan dan tanamkan
dalam jiwa dan pribadi anak-anak kita kecintaan yang besar terhadap sosok
Rasulullah Saw, sehingga anak-anak kita berakhlak seperti akhlak Nabi Muhammad
Saw. Didiklah mereka agar senantiasa berintrospeksi. Terapkan bahwa segala
aktivitas yang kita jalankan semata-mata karena mengharapkan keridhaan Allah
Swt dan Rasulullah. Tanamkan dalam jiwa mereka sikap menolak kebathilan sebelum
terlajur direalisasikan menjadi
perbuatann atau ucapan tercela.
Sikap lalai kepada
persoalan perilaku tersebut di atas, akan mengakibatkan dan menumbuhkan
persoalan besar bagi terciptanya perilaku amoral. Untuk itu segeralah tanamkan
rasa cinta kepada Allah dan Rasulnya dalam jiwa anak-anak sejak kecil, sebab
faktor-faktor yang mematikan pemikiran jernih senantiasa mengelilingi mereka.
Munculkan juga suri tauladan dari ummahatul mukminin dan para sahabat serta
guru-guru teladan yang ikhlas beramal, sehingga anak didik menemukan idola dari
diri pendidiknya sendiri.
Dan untuk pendidikan
secara umum, penelitian yang sungguh-sungguh terhadap metodologi tarbiyah
sesuai al-quran dan assunnah sangat diperlukan. Kita membutuhkan kesungguhan
para cendekiawan Muslim untuk mengacu pada teori pendidikan modern yang tidak
menyimpang dari garis-garis syariat Islam. (QS Al-Ahzab : 21)
F. Metode Penelitian
1.
Metode yang Digunakan
Berdasarkan permasalahan yang diteliti,
maka dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif dengan pendekatan
deskriptif analisis naturalistik. Penelitian kualitatif adalah proses
penelitian untuk memahami, yang didasarkan pada kebiasaan penelitian dengan
metode yang khas, yang meneliti masalah manusia atau masyarakat.
Dalam hal ini peneliti membangun gambaran
atau mendeskripsikan yang kompleks dan menyeluruh, menganalisis kata-kata,
melaporkan pandangan informan secara terperinnci dan melakukan penelitian dalam
prosedur alamiah.[20] Dalam
pengertian lain, penelitian kualitatif yaitu menggunakan naturalistik
interpretatif. Artinya dalam pendekatan
ini peneliti berusaha memberikan penafsiran dari apa yang diberikan oleh
responden yang di dalamnya merupakan kumpulan berbagai bahan empiris, studi
kasus, pengalaman personal dan historis.[21]
Ahmad
Tafsir menyatakan, bahwa penelitian kualitatif dengan pendekatan naturalistik
mempunyai ciri-ciri yang di antaranya, yaitu adanya kontek natural, instrumen
human, pemanfaatan pengetahuan yang terkatakan, sample bersifat purposive,
analisis data induktif, pendekatan holistik, konsep validitas reliabilitas
diganti dengan kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan
konfirmabilitas. [22]
2. Jenis Data
Jenis data yang digunakan
pada penelitian ini adalah dengan menggunakan jenis data kualitatif. Penggunaan jenis data ini berdasarkan bahwa data
yang ada tidak berbentuk angka-angka atau nilai-nilai. Tetapi jenis datanya
berbentuk kategori-kategori yang sifatnya exausatif, yaitu semua jenis data yang diperoleh
dimasukan ke dalam satu kategori.[23]
Sehingga jenis data yang dikumpulkan
bertitik tolak pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terhadap masalah yang
dirumuskan yaitu:
a.
Data tentang keadaan keluarga Muslim.
b.
Data tentang latar belakang pendidikan keluarga Muslim.
3. Sumber Data
Untuk memperoleh data yang valid dan
objektif, peneliti menetapkan sumber
data :
a.
Data primer, yaitu
data yang diperoleh langsung dari sumbernya dengan cara mengamati dan
mencatat untuk pertama kalinya.[24]
Untuk memperoleh data primer, maka peneliti melakukan observasi dan wawancara.
Dalam hal ini observasi peneliti melakukan pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap gejala-gejala subyek masalah yang diselidiki. Adapun dalam
wawancara, peneliti melakukannya terhadap responden atau sumber primer, yaitu Bapak
sebagai kepala keluarga, istri dan anak dalam keluarga Muslim.
b.
Data sekunder,
yaitu data yang bukan merupakan data langsung dari responden, tetapi data
yang bersifat kepustakaan atau literatur-literatur, majalah-majalah,
keterangan-keterangan atau publikasi lainnya yang bersifat menunjang pada
pemenuhan data sekunder.[25]
Untuk
memperoleh data sekunder, maka dikumpulkan buku-buku relevan dengan penelitian,
antara lain:
1.
Abdullah al-Kaaf, Izhatun Naasyi’in, terj.
Abdullaah Zakiy al-Kaaf, Membentuk Akhlak Mempersiapkan Generasi Muslim,
Bandung : Pustaka Setia.
2.
Ibin Kutibin, Meniti Hidup dengan Akhlak,
Bandung : Kutibin, 2009.
3.
Hasan Aedy, Kubangun Rumah Tanggaku dengan
Modal Ahklak Mulia, Bandung : Alfabeta, 2009.
4.
Amr Khaled, Akhlaq al-Mu’min, terj. Fauzi
Faisal Bahreisy, Buku Pintar Akhlak, Jakarta : Zaman, 2010.
5.
Khalid bin ‘Abdurrahman Al-‘Akk, Tarbiyat
al-Abna wa al-Banat fi Dhau’ Al-Qur’an wa Al-Sunnah, terj. Muhammad Halabi Hamdi, Cara Islam
Mendidik Anak, Jakarta : Ad-Dawa’.
6.
Adnan Hasan Shalih Baharits, Mas’uliyat al-Abi
al-Muslimfi Tarbiyat al-Walad fi Marhalati al-Thafulah, terj. Syihabuddin, Mendidik
Anak Laki-laki, Jakarta : Gema Insani.
7.
Abdullah Nâsih ‘Ulwan, Tarbiyat al-Aulad fi al-Islam,
Al-Azhar Cairo : Dar as- Salam, 1993.
4. Teknik Pegumpulan Data
Untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan
dalam penelitian ini, maka digunakan teknik-teknik sebagai berikut:
a.
Observasi
Observasi adalah sebagai alat pengumpul
data, peneliti melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
gejala atau fenomena yang diselidiki. [26]
Dalam observasi ini, peneliti lakukan
terhadap keluarga karyawan pabrik di Karawang yang beragama Islam, serta
kebijakan dan peraturan yang beralaku dalam keluarga tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam penelitian ini digunakan pula observasi parsitipatif,
khususnya dalam kegiatan-kegiatan keluarga yang berakaitan dengan pendidikan
akhlak anak, sehingga data yang dihasilkan bersifat obyektif dan valid.
b.
Wawancara
Wawancara
atau interviu merupakan alat pengumpul data, dan digunakan untuk
memperoleh informasi atau keterangan-keterangan yang berkenaan dengan pendapat,
aspirasi, harapan, persepsi, keinginan, keyakinaan dan lain-lain.[27]
Peneliti melakukan wawancara secara detail dengan seluruh anggota dari 60 keluarga
Muslim (suami dan istri) Kabupaten Ciamis, termasuk anak-anak mereka. Mereka
akan diminta keterangan dengan beberapa pertanyaan yang relevan.
c. Studi Dokumentasi
Dalam
penggunaan studi dokumentasi ini, peneliti tujukan untuk menggali data yang
berhubungan dengan dokumen-dokumen keluarga. Dalam hal ini menyangkut dengan
masalah kronologis terjadinya perkawinan, tujuan perkawinan, kesiapan mereka
dalam mengarungi bahtera rumah tangga, kesiapan dalam membina dan mendidik anak
dan keturunan mereka, termasuk buku-buku/kitab/pustaka pribadi, sertifikat, dan
surat kawin serta legalitas lainnya yang berhubungan dengan rumah tangga
mereka.
5.
Analisis Data
Karena penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan pendekatan naturalistik, maka analisis data yang
digunakan oleh peneliti terdiri atas
tiga langkah analisis yaitu sebagai
berikut:
a. Reduksi
data; adalah proses merubah rekaman atau uraian data ke dalam pola yang difokuskan kepada pokok-pokok masalah dan hal-hal yang
penting;
b. Display
data; adalah penyajian data yang menampilkan dengan cara memasukan data ke
dalam sejumlah matrik, grafik yang diinginkan agar dapat melihat gambaran atau
bagian-bagian tertentu dari penelitian sehingga peneliti dapat menguasai data;
c.
Menarik kesimpulan, yakni mencari kesimpulan atas data yang telah direduksi dan
disajikan melalui display data.[28]
G. Studi Pustaka
Dari hasil studi pendahuluan atau
eksplorasi yang dilakukan oleh peneliti pada beberapa penelitian tentang akhlak
dan keluarga Muslim, dan sepengetahuan peneliti sampai saat ini belum pernah
ada yang membahas dan melakukan penelitian tentang pendidikan akhlak anak dalam
keluarga Muslim di wilayah Kabupaten Ciamis.
Untuk memperoleh data sekunder, maka
peneliti kumpulkan buku-buku yang relevan dengan penelitian, antara lain :
1.
Abdullah al-Kaaf, Izhatun Naasyi’in, terj.
Abdullaah Zakiy al-Kaaf, Membentuk Akhlak Mempersiapkan Generasi Muslim,
Bandung : Pustaka Setia. Buku ini ingin meyakinkan bahwa dengan membentuk akhlak sejak dini dan mulai
dari kehidupan keluarga, berarti sedang mempersiapkan generasi muslim muda yang baik untuk melanjutkan
perjuangan di masa yang akan datang.
2.
Ibin Kutibin, Meniti Hidup dengan Akhlak,
Bandung : Kutibin, 2009. Buku ini menjelaskan tentang indah dan nikmatnya menata hidup rumah tangga yang dilandasi dan dinafasi
oleh nilai-nilai akhlak mulia.
3.
Hasan Aedy, Kubangun Rumah Tanggaku dengan
Modal Ahklak Mulia, Bandung : Alfabeta, 2009. Buku ini menguraikan dan
menginformasikan bahwa ternyata akhlak mulia dapat dijadikan modal rumah tangga
sakinah, mawaddah wa rahmah.
4.
Amr Khaled, Akhlaq al-Mu’min, terj. Fauzi
Faisal Bahreisy, Buku Pintar Akhlak, Jakarta : Zaman, 2010. Buku ini
menjelaskan : (1) pentingnya akhlak luhur dalam membangun kepribadian Islam
sejati, (2) motivasi berpegang teguh pada karakter istimewa tersebut, (3)
Urgensi setiap akhlak, pengaruhnya bagi diri sendiri dan masyarakat serta
pahalanya di dunia dan di akhirat.
5.
Khalid bin ‘Abdurrahman Al-‘Akk, Tarbiyat
al-Abna wa al-Banat fi Dhau’ Al-Qur’an wa Al-Sunnah, terj. Muhammad Halabi Hamdi, Cara Islam
Mendidik Anak, Jakarta : Ad-Dawa’. Buku ini menjelaskan cara Islam membina
dan mendidik anak sejak kecil hingga dewasa dalam keluarga.
6.
Adnan Hasan Shalih Baharits, Mas’uliyat al-Abi
al-Muslimfi Tarbiyat al-Walad fi Marhalati al-Thafulah, terj. Syihabuddin, Mendidik
Anak Laki-laki, Jakarta : Gema Insani. Buku ini menguraikan pola-pola,
motivasi-mativasi, dan teknik-teknik pengajaran dalam mendidik anak-anak pada
masa kanak-kanak dengan kaidah-kaidah pendidikan Islam yang benar.
7. Abdullah Nâsih
‘Ulwan, Tarbiyat al-Aulad fi al-Islam,
Al-Azhar Cairo : Dar as- Salam, 1993. Buku ini menjelaskan tentang strategi dan
aplikasi mendidik anak dalam tinjauan Islam yang dilengkapi dengan bukti-bukti
rasional dan ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Akk, Khalid bin ‘Abdurrahman. 2006. Tarbiyat
al-Abna wa al-Banat fi Dhau’ Al-Qur’an wa Al-Sunnah, terj. Muhammad Halabi Hamdi, Cara Islam
Mendidik Anak, (Jakarta : Ad-Dawa’.
Al-Zaba’lawi, Muhammad Sayyid Muhammad.
2007. Tarbiyat al-Murahiq bain al- Islam wa Ilmi al-Nafs, diterjemahkan
Abdul Hayyie al-Kattani, Pendidikan Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa,
Jakarta : Gema Insani.
Al-‘Athi, Hammudah Abd. 1984. The
Family Strukture in Islam, terj. Anshari Thayib, Keluarga Muslim.
Al-Barry, M Dahlan Y dan
Yacub, L Lya Sofyan. 2003. Kamus Induk Istilah Ilmiah, Surabaya : Target
Press.
Al-Zantani,
‘Abd al-Hamid al-Shayyid. t.th, Usus al-Tarbiyah al-Islamiyyah fi al-Sunnah
al-Nabawiyyah, Tunis : al-Dar al-Arabiyyah li al-Kitab.
al-Ahya.
Al-Syaibany,
Omar Mohammad Al-Toumy. 1979. Falsafah Pendidikan Islam Jakarta : Bulan Bintang.
Al-Jurjani, Ali
bin Muhammad. 1988, Kitab al-Ta’rifat, Beirut, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah.
Al-Kaaf, Abdullah, 2010. Izhatun
Naasyi’in, terj. Abdullaah Zakiy al-Kaaf, Membentuk Akhlak Mempersiapkan
Generasi Muslim, Bandung : Pustaka Setia.
Aedy, Hasan,
2009. Kubangun Rumah Tanggaku dengan Modal Ahklak Mulia, Bandung :
Alfabeta.
Al-Abrasyi, Athiyah.
1993. Dasar-Dasar
Pokok Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang.
Saleh, Abdul
Rachman. 2004, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa: Visi, Misi dan Aksi,
Jakarta : Radjawali Pers.
Marimba, Ahmad
D. 1998, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : Al-Ma’arif.
Tafsir,
Ahmad. 1992, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung : Remaja
Rosda Karya.
.......................,
2006. Filsafat Pendidikan Islami: Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu
Memanusiakan Manusia, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Rahman, Jamal Abdur. 2005, Tahapan
Mendidik Anak, Bandung : Irsyad Baitus Salam.
Kutibin, Ibin. 2009. Meniti
Hidup dengan Akhlak, Bandung : Kutibin .
Khaled, Amr,
2010. Akhlaq al-Mu’min, terj. Fauzi Faisal Bahreisy, Buku Pintar
Akhlak, Jakarta : Zaman.
Sugiyono, 2008. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung : Alfabeta.
[1]HM Arifin, Ilmu, hlm. 55.
[2]Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Mukhtashar Ihya’
‘Ulum al-Ddin, (Jakarta : Dar al-Kutub al-Islamiyah, 2003), hlm. 11-14.
[3]Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktek, (Jogjakarta : Al-Ruzz Media, 2007), cet. ke-2. hlm. 61.
[4]Ibid.
[5]Khurshid Ahmad, Islam :
Is Meaning and Message, terj. Achin
Mohammad, Pesan Islam, (Bandung : Pustaka, 1983), hlm. 219.
[6]Fathiyyah Hasan Sulaeman, Madzahibu fi
al-Tarbawiyah Bahtsu fi al-Madzahibu al-Tarbawiyyi ’Inda Al-Ghazali, (Mesir
: Maktabah Nahdha, 1964), cet. ke-3, hlm. 31. Abidin Ibn Rush, Pemikiran
Al-Ghazali tentang Pendidikan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998), hlm.
132.
[7]Zuhairini dkk., Filsafat Pendidikan Islam,
(Jakarta : Bumi Aksara, 1995), hlm. 152.
[8]Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu
Pendidikan, (Surabaya : Usaha Nasional, 1993), hlm. 44.
[9]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif
Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 143.
[10]HM Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta
: Bumi Aksara, 2000), hlm. 198.
[11]Soegarda
Poerbakawatja, Ensiklopedia Pendidikan, (Jakarta : Gunung Agung,
1980), hlm. 213-214.
[12]Wahbah Zuhaili,
Al-Fiqh al- Islam wa
Adilatuhu, (Damaskus : Dar al-Fikr, 2005), cet. ke-8, jil. 9, hlm. 6598.
[13]Ahmad Tafsir, Pendidikan, hlm. 37.
[14]Abdurrahman Al-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan
Metoda Pendidikan dalam Keluarga di Sekolah dan
di Masyarakat, (Jakarta :
Gema Insani, 1995), hlm. 266-267.
[15]Dikbud, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1999), hlm. 10.
[16]Dewan Redaksi Ensklopedia Islam, Ensiklopedia Islam jilid I, (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003), hlm. 102.
[17]Al-Ghazali, Akhlak al-Muslim, (Bandung : Trigenda Karya, 1969), hlm. 10.
[18]Ibnu Miskawaih, Tahzdib al-Akhlak, terj.
Helmi Hidayat, Menuju Kesempurnaan Akhlak, (Bandung : Mizan, 1994), cet. ke-1, hlm. 56.
[19]Afnil Guza, Undang-undang Sisdiknas dan
Undang-undang Orang tua dan Dosen, (Jakarta : Asa Mandiri, 2009), hlm. 5.
[20]Nana Sudjana,
Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung : Sinar Baru, 1990), hlm. 4.
[21]Ibid.
[22]Ahmad Tafsir,
Epistimologi untuk Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung :
Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati, 1995), hlm. 73.
[23]Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian
Masyarakat, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1977), hlm. 254.
[24]Marzuki, Metodologi Riset, (Yogyakarta :
Badan Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, 1986), hlm.
55.
[25]Ibid., hlm. 56.
[26]Ibid., hlm. 58.
[27]Nasution S, Metode Naturalistik Kualitatif, (
Bandung : Tarsito, 2003), hlm. 67.
[28]Nana Sudjana, op. cit., hlm. 129.